‘Ngoclok’, Cara Unik Warga Lamsel Berburu Gurita
Editor: Koko Triarko
Batang bambu dan aren dengan panjang sekitar tiga meter menjadi alat tangkap tanpa senar atau pancing.
Selain membawa batang bambu, pelepah aren, ia juga membawa jambel, yakni tas terbuat dari bekas karung. Sejumlah warga lain kerap membawa tas jaring yang bisa dipergunakan untuk menyimpan gurita hasil tangkapan.
Pada proses ngoclok, Mulyadi juga menerapkan tiga cara penangkapan ikan memakai bubu dan tajur.
“Sembari berkeliling di pantai, saya memasang pancing tajur dengan pelampung untuk kakap dan kerapu, bubu untuk lobster,” ungkapnya.
Selama proses ngoclok, ia bisa meninggalkan pancing tajur dan bubu. Kedua alat tangkap tersebut akan bisa diperiksa setelah lebih dari satu jam, dengan harapan bisa mendapatkan sejumlah ikan. Sebaliknya, teknik ngoclok joran bambu harus selalu digerakkan di dekat lokasi persembunyian gurita. Teknik menyogok atau ngoclok lubang pada batu karang akan memaksa gurita keluar.
Gurita yang terganggu akibat koclokan ujung joran bereaksi dengan menyerang. Akibatnya, lengan gurita yang lengket akan menempel dan membelit bagian bambu.
Mulyadi melakukan gerakan memutar batang bambu, agar gurita yang membelit makin kuat. Saat belitan gurita menguat, ia bisa menarik bambu yang sudah ditempeli gurita. Setelah diangkat gurita akan dimasukkan pada jambel dalam kondisi hidup.
“Pada satu lubang batu karang, kerap ditemukan lebih dari satu gurita, karena sebagian hidup bergerombol, jadi teknik ngoclok akan lebih mudah,” tutur Mulyadi.
Menggunakan teknik ngoclok,Mulyadi dan nelayan lain mengaku bisa mendapat lebih dari lima kilogram gurita. Selain gurita ukuran kecil, jika beruntung juga bisa mendapat gurita ukuran besar.