Cegah Kekerasan dengan Membangun Harga Diri Anak
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Bagian pendidikan, akan menjadi bagian dari Kemendikbud. Untuk kesehatan akan menjadi bagian dari Kemenkes. Nah kami dari KPAI akan menjadi pihak yang mengawasi dan mendorong agar suatu keluarga mampu membentuk suatu pola asuh yang membangun potensi anak agar tidak terpapar kekerasan,” kata Sitti sambil menunjukkan beberapa foto korban sebagai akibat relasi kuasa.
Dengan menciptakan suatu lingkungan yang berbasis pola asuh membangkitkan kesadaran anak bahwa dirinya adalah suatu sosok yang berharga, diharapkan akan mampu memutus benang duplikasi kekerasan.
“Jika seorang anak, terbiasa merasa dirinya adalah pihak yang wajar untuk menerima tindak kekerasan, maka pada satu titik dia akan berubah pula menjadi pihak yang melakukan kekerasan. Saat dia memiliki sesuatu yang menyebabkan dirinya dominan. Karena lingkungannya menciptakan bahwa tindak kekerasan itu adalah suatu hal yang wajar,” ujar Sitti.
Atau, tambah Sitti, anak tersebut akan mengalami suatu trauma atau depresi yang menyebabkan dirinya kehilangan masa depan.
“Saat keluarga gagal menerapkan pola asuh yang benar maka anak akan menuju pada suatu tindakan yang mengarah pada kriminal,” ucapnya.
Diakui oleh Sitti, ada beberapa kasus yang tidak terkait dengan kemiskinan dan relasi kuasa. Yaitu jika si pelaku kekerasan memiliki kecenderungan gangguan mental.
“Salah satunya, yang baru saja, adalah kasus seorang ibu yang membunuh anak laki-lakinya karena anaknya mempergunakan sebagian uang lebaran yang diterima untuk membeli sesuatu,” ucapnya.
Sitti menyebutkan bahwa kebanyakan anak-anak tidak menyadari mereka menjadi objek tindakan kekerasan. Sehingga dibutuhkan perawatan yang diikuti dengan sesi konseling untuk memulihkan baik secara fisik dan mental.