Desa Adat di Bali Memiliki Payung Hukum
Editor: Satmoko Budi Santoso
DENPASAR – Peraturan Daerah No 5 tahun 2019 tentang Desa Adat ditetapkan dalam sidang paripurna DPRD Provinsi Bali di Ruang Sidang Paripurna DPRD Provinsi Bali. Dengan demikian keberadaan Desa Adat di Bali memiliki payung hukum yang pasti.
Menurut Gubernur Bali, Wayan Koster, keberadaan Desa Adat di Bali merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang tumbuh dan berkembang selama berabad-abad serta memiliki hak asal usul, hak tradisional, dan hak otonomi asli mengatur rumah tangganya sendiri.
“Saya menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak legislatif atas kerja keras dan kerja samanya dalam menyelesaikan pembahasan raperda Desa Adat,” ucap Koster di sela-sela Sidang Paripurna, Selasa (2/4/2019).

Kata Koster, peranan Desa Adat di Bali dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara sangat strategis sehingga Desa Adat perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rangka memberikan perlindungan, pembinaan dan pemberdayaan guna mewujudkan kehidupan Krama Bali yang sejahtera, bahagia, sakala niskala.
Desa Adat memiliki tata kehidupan dengan kebudayaan tinggi yang khas, unik, berupa adat-istiadat, agama, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal. Untuk itu, keberadaan Desa Adat harus dijaga, diperkuat kedudukannya sehingga Desa Adat dapat menjalankan fungsi otonomi asli dan komunitas yang ada berhak membuat peraturan untuk kepentingan Desa Adat.
“Jangan sampai desa adat ditinggalkan oleh generasi muda kita, keberadaan desa adat sangat penting karena ada fungsi yang tidak mungkin dilakukan oleh desa lainnya. Ke depan Perda ini harus dilaksanakan secara konsisten sehingga dengan Perda ini, desa adat mampu menjaga kesucian alam Bali, mensejahterakan Krama Bali dan menjaga kebudayaan Bali sesuai dengan visi Nangun Sat Kerti Loka Bali,” imbuhnya.