Mat Colak

CERPEN ADAM YUDHISTIRA

Di dalam kepala mereka, hanya ada satu tujuan; Mat Colak harus mati. Bagaimana pun caranya, lelaki itu harus bisa ditaklukkan. Terlebih ketika mereka ingat bagaimana beraninya Dungkinang menantang Mat Colak, hal tersebut sedikit banyak telah berhasil menaikkan nyali mereka untuk melawan.

Menyadari lawannya tak sepadan, Mat Colak bermaksud melarikan diri. Namun sayangnya, niat itu sudah terbaca. Selusin orang itu bergerak cepat mengurungnya. Tak ada percakapan apa pun saat peristiwa itu berlangsung.

Dengan bekal tongkat kayunya, Mat Colak melawan sebisa-bisanya. Namun kayu bukanlah penanding besi. Tongkat itu buntung disambar parang dan klewang menyusul lengan, kaki dan leher pemiliknya.

Cerita-cerita menggetarkan tentang Mat Colak menguap begitu saja bersama nyawanya. Maka disimpulkanlah dengan jenaka, bahwa kematian Mat Colak malam itu ibarat kematian raja hutan diterkam sekawanan pelanduk.

Bagaimana tidak, kesimpulan semena-mena yang menjurus ke olok-olok itu datang dari ingatan orang-orang atas perilakunya sendiri. Dia yang selalu jumawa, mendaku diri orang sakti, namun mesti mati di tangan Dungkinang dan para pedagang yang malam itu telah berubah menjadi sekawanan setan. ***

Adam Yudhistira, penulis asal Muara Enim, Sumatera Selatan. Karyanya telah dimuat di berbagai media massa cetak dan online di Tanah Air. Buku kumpulan cerpennya Ocehan Semut Merah dan Bangkai Seekor Tawon (Penerbit Basabasi 2018). Saat ini bergiat di komunitas sastra Pondok Cerita dan mengelola Taman Baca Masyarakat untuk anak-anak di kampungnya.

Redaksi menerima cerpen. Tema bebas tidak SARA. Karya belum pernah tayang di media mana pun baik cetak, online, juga buku. Kirim karya ke editorcendana@gmail.com. Disediakan honorarium bagi karya yang ditayangkan.

Lihat juga...