PADA sore yang gersang di bulan Oktober ditemani secangkir kopi, Sere menatap ponsel yang sebenarnya sudah dimatikan.
Ia terus kepikiran, di mana melalui pesan whatsapp akhir-akhir ini, beberapa nomor tak dikenal sangat rajin memprospek Sere, salah satunya menawarkan bisnis multi level marketing.
Sere ingat, dirinya kerap tertawa kecut dibarengi perkataan kecil: kau itu bukan calon pebisnis yang baik. Saat memprospek seseorang, kau seharusnya lebih dahulu berbasi-basi dengannya. Misal, apa kabar Anda pagi ini, semoga dalam keadaan sehat dan tidak kekurangan suatu apa pun.
Ngomong-ngomong apa Anda sudah pernah dengar produk ini? Produk kami bla bla bla, dan bla bla bla bermanfaat untuk bla bla bla, termasuk mencegah penuaan dini.
Bila Anda berkenan, akan saya kirimkan brosurnya ke nomor Anda ini—kira-kira begitu sebaiknya percakapan pembukanya, tapi, sebagaimana sikap Sere sebelumnya, dia tak pernah benar-benar mengatakan, atau menyarankan seseorang itu supaya mencari prospek lain serta tidak usah lagi berkirim pesan dengannya.
Berkomunikasi dengan orang macam itu menurut Sere buang-buang energi, karena biar bagaimanapun, mereka itu sudah dilatih agar punya mulut rajin bicara dan tidak boleh malas maka, demi kenyamanan Sere memilih opsi blokir.
Orang kedua yang getol mengirimi pesan, gambar, serta video pada nomor Sere masih juga berbau multi level marketing. Bedanya, kali ini tentang menabung dan asuransi. Dapat gaji bulanan pula.
Orang kedua ini bernama Jora. Seusai mengirim banyak ceramah, satu siang Jora bicara, “Sere, kita buat saja tabungan ayah-ibumu, ya? Kau cukup bayar sekian ratus ribu per orangnya tiap bulan. Hanya bayar selama lima tahun jiwa orangtuamu terjamin hingga usia 75 tahun,” katanya.