BERTAHUN-TAHUN lamanya, Mat Colak menjadi sumber keresahan bagi pedagang dan pembeli di pasar Lumpay.
Dia kerap memaksa orang-orang menyerahkan uang yang diistilahkannya sebagai pajak keamanan. Apabila menolak, maka lapaknya dihancurkan, dagangannya dijarah, dan jika berani melawan, dia pun tak segan main tangan.
Atas perilakunya itu, Mat Colak tak menyadari jika dia sedang mengetuk pintu-pintu setan. Hingga pada suatu malam yang celaka, setan-setan itu betul-betul menemuinya.
Sebenarnya, para pedagang di pasar yang hanya digelar saban Ahad itu bukannya takut pada Mat Colak. Namun lelaki empat puluh tahun itu kabarnya kebal segala jenis senjata. Bahkan, embusan kabar itu semakin kuat saja dengan tambahan bumbu-bumbu penyedap cerita yang sukar dipercaya.
Konon pada tarikh riwayat hidupnya, lelaki bujang tua itu pernah membunuh harimau dengan belati dalam pertarungan satu lawan satu di hutan Kelingi. Pernah pula dia meremukkan kepala buaya di muara sungai Batang Asai hanya dengan kepalan tangan.
Namun dari sekian banyak cerita, ada satu yang paling menggetarkan; Mat Colak pernah ditembak polisi tujuh puluh kali, namun tak mati.
Cerita-cerita serupa itu telah berkembang-biak dan mendiami tiap kepala pedagang dan pembeli di pasar Lumpay. Cerita-cerita itu juga yang membuat mereka segan cari perkara dengan Mat Colak.
Kemasyuran cerita-cerita tentang lelaki itu telah membuat orang-orang di pasar Lumpay menjadi sekawanan sapi perahan yang bahkan tak mampu membela dirinya sendiri.
Syahdan, pada malam sebelum setan-setan itu keluar menampakkan wujudnya, seperti biasa, Mat Colak berkeliling dari satu lapak ke lapak lain untuk meminta uang. Dia juga mendatangi kedai Dungkinang untuk meminta jatah makan siang.