Kau, Diabetes, dan Vertigo

CERPEN RIFAT KHAN

Sesaat kau berbaring, seperti tak nyaman, kau terus membolak-balik kepalamu. Kau cenderung memilih posisi dengan wajah menghadap ke kanan. Ini lebih baik, katamu, goyangannya terasa pelan. Daripada harus menghadap kiri, goyangannya lebih hebat.

Kau kemudian memintaku mengambil surat hasil laboratorium tadi. Aku merogoh tas itu. Dua lembar surat itu kuberikan padamu. Lengkap dengan tanda tangan dokter yang menanganimu.

“Semua gara-gara ini, Han.” Kau memberiku surat itu seakan memintaku untuk membacanya.

Dalam surat itu, tertulis gula darahmu di atas 500 dan tensi darah yang amat tinggi bagi orang seusiamu, 180/130. Aku geleng-geleng.

“Kau makan apa memang kemarin?” Aku mencoba bertanya.

“Aku tak makan apa-apa. Semalam aku menulis, sebab ada ide melintas di otakku. Hampir satu jam aku duduk di depan laptop. Baru empat paragraf jadi, kepalaku pusing. Kemudian aku berbaring dan lelap. Dan paginya, saat terbangun, semua bergoyang… ” Kau bicara pelan.

Sejak peristiwa itu, aku tahu segalanya lebih sulit bagimu. Goyangan itu tetap ada dan kau tak mampu berdiri. Makan dan minum kau selalu dibantu. Bahkan untuk buang air kecil, adikmu yang perempuan selalu menyiapkan beberapa botol kosong bekas minuman mineral. Dan dalam semalam, bisa sampai dua tiga kali kau terbangun untuk buang air. Semua lebih sulit. Kamarmu agak bau pesing. Namun aku terus saja mengunjungimu.

“Semua sudah lebih baik Han, aku bisa berjalan dengan berpegangan di tembok. Tak lagi buang air di dalam kamar. Dan jika berbaring, goyangannya sangat pelan. Seperti sedang diayun-ayun, seperti sedang di tepi pantai.

Aku belajar menikmatinya. Dan saat sesekali goyangannya terasa lebih besar, aku akan melotot dan memandang sesuatu yang jauh selama tiga sampai empat menit. Cara itu sepertinya mampu membuatku lebih baik,” katamu saat aku datang, dua minggu selepas kau masuk rumah sakit.

Lihat juga...