Assad: Kalau Mau Arab maka Harus Suni

OLEH T. TAUFIQULHADI

(Catatan Perjalanan)

SETELAH menyaksikan makam Salahudddin Al Ayubi, sultan agung pembebas Jerusalem dari tentara salib Eropa (1189-1192), saya masuk ke sebuah bilik sebelah timur Masjid Umaiyah di Damaskus, yang diyakini tempat dikuburkannya salah satu putri Ali bin Abi Thalib. Saya ditemani oleh Hassan, dari protokol parlemen Suriah. Hassan berasal dari Latakia, propinsi yang dihuni kaum Alawi.

Bilik luas itu sekitar 6 x 10 meter persegi, yang bernuansa mewah karena keemasan dan sangat rapi. Di tengah-tengahnya terdapat sebuah kuburan, itulah makam salah seorang cucu nabi. Semua yang masuk ke sana, setelah berdoa, segera sholat dua rakaat. Saya hanya membaca Ummul Quran kepada ahlul kubur, dan setelah itu asyik menyimak suasana dalam ruangan serta pengunjungnya.

Hasan, yang tidak berdoa dan sembahyang di tempat itu mengatakan, umumnya pengunjung ke tempat itu para penziarah dari Libanon dan Iran. Saya segera memahami bahwa tempat tersebut tempat suci bagi kaum Syiah.

Ketika hendak keluar, saya melihat sekeranjang tanah cetakan sedikit lebih besar sekeping koin 1000 rupiah yang berwarna abu-abu di atas meja. Penjaga tempat suci tersebut menjelaskan, itu adalah tanah karbala. Tanah cetakan tersebut diletakkan di atas sajadah dan ketika kita sujud saat sholat, tepat menempel di dahi kita.

Saya memungut satu potong, yang dikira oleh penjaga itu, hendak saya kantongi. “La,” katanya, seraya menggoyangkan tangannya. “Ini barang wakaf, tidak boleh diambil.”

Saya meletakkan kembali, dan langsung menuju ke luar. Beberapa langkah berada di halaman, Hassan mendekati saya, seraya merogoh kantongnya. Setelah itu, di tangannya muncul benda cetakan sakral dari Karbala tadi.

Lihat juga...