CERPEN JOKO KEMUSUK
SEBAGAI wartawan Media Garansindo, hari itu Andi mendapatkan tugas untuk membuat feature tentang berbagai keunggulan kepemimpinan orde baru dibandingkan orde reformasi. Agar bisa diterima semua kalangan, Andi menyamar menjadi seorang peneliti untuk mendapatkan berbagai asumsi dan fakta menarik.
Sore itu, Andi mencoba melakukan wawancara kepada Pak Bagyo yang sangat bangga terhadap kepemimpinan Pak Harto. Di teras rumah, Pak Bagyo berbincang bersama Andi, sembari ditemani kopi hangat. Topik pembicaraannya kesana-kemari. Tapi, intinya, tentang keadaan setelah reformasi.
“Pak, menurut saya, reformasi tidak ada perubahan sama sekali. Ada, tetapi sedikit. Jika begini terus, bangsa Indonesia akan lenyap ditelan zaman,” kata Andi dengan berkerut kening.
Andi adalah mantan demonstran di era reformasi yang ikut menduduki gedung DPR/MPR. Namun, setelah reformasi berjalan, Andi bisa dibilang sudah insyaf, sudah sadar. Bahkan, saking insyafnya, ia sampai berziarah ke makam orang nomer satu di Solo dan hampir bunuh diri.
Padahal, zaman dulu, ketika era ode baru berkuasa, setiap kali di televisi muncul Pak Harto berpidato, ia selalu mematikannya. Sampai-sampai, di sekolah, ia bersama-sama dengan temannya mencoret-coret foto Pak Harto dengan menggunakan piloks dan cat air.
“Iya, saya sependapat denganmu, Nak. Kita butuh adanya perubahan. Menurut saya, kita tidak boleh menggunakan demonstrasi yang bisa menghasilkan anarkis. Tetapi, sekarang, bagaimana caranya kita dapat merebut kekuasaan dengan cara yang intelektual, salah satunya dengan pendidikan,” kata Pak Bagyo cukup bijak kepada Andi.