Mengenal Dalamnya Filosofi Budaya Bali di TMII
Selain itu, lanjut dia, upacara Ngaraja Saule, yakni upacara untuk anak laki-laki yang sudah mimpi besar. Upacara ini memohon kepada Dewa Asmara, agar asmara anaknya dipergunakan dengan baik tidak sembarangan. Balai Gede ini juga difungsikan sebagai upacara potong gigi.
“Upacara ini fungsinya untuk menghilangkan enam sardiko yang ditandai dengan 4 gigi seri atas dan dua gigi taring bawah. Sardiko itu artinya, sifat malas, iri hati, dengki, fitnah, dan suka mabuk,” kata Wayan.
Fungsi lainnya Balai Gede adalah untuk upacara pernikahan dan juga tempat menyemayamkan orang meninggal. Di halaman dalam ini, terdapat Balai Gedong difungsikan untuk tempat tinggal anak gadis yang belum menikah.
Sedangkan Balai Dauh adalah tempat tinggal untuk anak remaja laki-laki, dan juga untuk aktivitas keluarga, semisal membuat kerajinan topeng, ukiran, patung, dan menenun. Adapun Balai Loji, yang di Anjungan di Bali ini difungsikan untuk perpustakaan. Sedangkan kalau di Bali, Balai ini untuk menerima tamu atau tempat tamu bermalam.
“Adat istiadat Bali, tamu itu tidak boleh bermalam satu rumah dengan pemilik rumah. Jadi, dipisahkan ada tempat tersendiri, yaitu Balai Loji, yang lokasinya masih dalam kesatuan rumah induk,” ujar Wayan.
Di halaman dalam ini terdapat juga Balai Jineng, di atasnya difungsikan sebagai lumbung padi. Sedangkan lantai bawah selain tempat untuk menyimpan peralatan pertanian, juga difungsingkan sebagai tempat istirahat para petani sepulang dari sawah.
Adapun Balai Parawengan atau Pawon, sebagai kegiatan memasak dan bersantap keluarga. Di halaman dalam ini juga terdapat bangunan balai Aling-aling, tepatnya di belakang Candi Gelung. Balai ini berfungsi sebagai penolak bala. Maksudnya, jelas Wayan, pikiran yang kurang baik yang didapat diluar jangan sampai dibawa ke dalam, hingga unsur-unsur jahat tidak dibawa ke dalam rumah.