Mengenal Dalamnya Filosofi Budaya Bali di TMII
JAKARTA – Pemandu Anjungan Bali Taman Mini Indonesia Indah (TMII), I Wayan Suarka, merasa bangga bisa bekerja di TMII memperkenalkan seni budaya daerahnya yang syarat dengan filosofi.
Menurutnya, TMII adalah wadah edukasi pelestarian dan pengembangan budaya seluruh provinsi di Indonesia. “TMII memberikan ruang bagi budaya daerah untuk tetap eksis. Tidak semua negara memiliki fasilitas seperti TMII dalam upaya pelestarian budaya bangsa dari masing-masing provinsinya,” kata Wayan, kepada Cendana News, Selasa (12/9/2017).
Salah satunya, menurut Wayan, Anjungan Bali hadir di TMII sebagai perpanjangan tangan Provinsi Bali dalam pelestarian dan mempromosikan budaya. Wayan pun bercerita, Anjungan Bali ini didirikan di atas lahan seluas 6.632 meter persegi, dengan tampilan bentuk lingkungan perumahan adat Bali. Adapun arsitek Anjungan Bali adalah (alm) Ida Bagus Tugur.
Pada dasarnya, jelas dia, perumahan Bali senantiasa menampilkan pola arsitektur tradisional, yang bersumber pada Astha Kosala-kosili, artinya postur tubuh si penghuni rumah dijadikan suatu ukuran yang berdasarkan filosofi Tri Hita Kirana.
“Tri Hita Krana artinya hubungan harmonis antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam sekitarnya,” jelas Wayan.
Dijelaskan pula, pada dasarnya perumahan adalah kebutuhan perorangan secara pribadi. Karena itu, faktor siapa yang akan menempati rumah tersebut akan berpengaruh besar terhadap proses pembangunannya.
Memasuki pintu gerbang Anjungan Bali, tersuguhi kemegahan Candi Bentar, yakni berupa bangunan menggambarkan belah kembar dalam posisi berhadap-hadapan, yang juga disebut pula Gapura Belah. Di bawah gapura terdapat dua patung, yaitu patung Basuki dan Anantaboga.