Ketika para pembela PKI di Seminar 65 LBH tersebut berlangsung, dengan maksud memutihkan kesalahan PKI, mereka berkeinginan meninjau kembali dan mencabut TAP NO XXV/MPRS/1966 dan Undang Undang No. 27 Tahun 1999 tentang perubahan KUHP yang berhubungan dengan kejahatan terhadap keamanan negara. Itu disampaikan secara terang-terangan oleh Ketua Panitia bernama Boni Setiawan dan Dolorosa Sinaga. Jadi, jangan heran kalau banyak masyarakat menganggap bahwa Seminar 65 di LBH adalah bagian dari upaya menghidupkan PKI.
Selama masa reformasi berlangsung, eks Tapol/Napol PKI terus melakukan konsolidasi dengan membentuk Paguyuban Korban Orde Baru (PAKORBA), Yayasan Penelitian Korban Peristiwa 1965 (YPKP 1965), Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR KROB). Banyak yang mengkhawatirkan, mereka ingin membangkitkan lagi komunisme, tapi dengan topeng demokrasi, hak asasi, lingkungan hidup, tapi sebenarnya ingin mengubah fakta sejarah yang sudah final bagi bangsa Indonesia.
Para eks Tapol/Napol PKI yang terus mengadakan seminar pelurusan sejarah 1965 yang membela PKI, terus mendorong agar Presiden/ Pemerintah RI atas nama negara meminta maaf kepada eks Tapol/Napol PKI. Padahal, fakta sejarah jelas menyatakan, PKI adalah pelaku pada pemberontakan 1948 dan 1965.
Bagi saya, gerakan Nonton Bareng film G30S/PKI ini adalah pelaksanaan dari semangat Pemerintahan Presiden Jokowi yang berkomitmen ‘menggebuk’ semua ormas yang berhaluan komunis. Presiden Joko Widodo telah menegaskan tidak bakal ragu menindak organisasi-organisasi tersebut. “Saya dilantik jadi Presiden yang saya pegang konstitusi, kehendak rakyat. Bukan yang lain-lain. Misalnya PKI nongol, gebuk saja. TAP MPR jelas soal larangan itu,” demikian kalimat Presiden Jokowi saat bersilaturahmi dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (17/5/2017).