Kebetulan, perintah Jenderal Gatot untuk nonton bareng film ini, momentumnya tidak lama setelah polemik atas seminar Pembela PKI 1965 di LBH Jakarta yang dibubarkan dan berujung ricuh. Apapun yang terjadi, sebagian besar masyarakat Indonesia angkat topi terhadap ketegasan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang mewajibkan seluruh KODAM, KODIM, dan KORAMIL untuk melaksanakan nonton bareng film G30S/PKI besutan sutradara kondang Arifin C Noor.
Jenderal Gatot hanya berjuang untuk merawat ingatan atas kekejaman PKI. Apa yang dilakukan oleh Jenderal Gatot ini mengingatkan saya pada Milan Kundera, seorang novelis ternama dari Ceko. Kundera pernah bilang dalam novelnya The Book of Laugher and Forgetting, “Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa!” Kundera mengucapkan itu pada tahun 1971. Sebagaimana Soekarno juga menyatakan JASMERAH (Jangan Suka Melupakan Sejarah).
Apa salahnya merawat ingatan bangsa Indonesia atas bahaya dari kekejaman pengkhianatan PKI? Toh, semua negara besar di dunia juga merawat ingatan sejarah bangsanya melalui film. Pada kenyataannya, kekuatan film untuk menjadi alat pendidikan sekaligus propaganda memang tidak bisa dipungkiri lagi untuk mempengaruhi masyarakat.
Dalam sejarah film dunia, Rusia juga pernah menanamkan ideologi kepada rakyatnya melalui film berjudul Ivan The Terrible Part I (Rusia). Diktator Soviet, Joseph Stalin, memberikan ijin kepada Eisenstein membuat film ‘Ivan the Terrible’ untuk mempromosikan kekuatan Soviet yang penuh dengan berbagai macam kekayaan dan etnis yang beragam.
Stalin sangat puas karena film epik ini berhasil menunjukkan bagaimana Tsar Ivan berhasil mempersatukan Rusia dan momen ini sangat penting karena di masa itu Soviet sedang terlibat perang melawan Jerman di perang dunia ke II. Stalin berhasil menjadikan film itu membangkitkan semangat rakyat Soviet.