Kasus Hukum dalam Penanganan Bencana

Dalam konteks ini, kontrol presiden bukan sekadar simbol kepemimpinan. Melainkan instrumen pencegahan (deterrence) terhadap potensi korupsi kebencanaan.

Pengalaman masa lalu juga mengingatkan bahwa sentralisasi kekuasaan tidak otomatis menjamin akuntabilitas. Kontrol penuh presiden hanya akan efektif jika diterjemahkan ke dalam mekanisme pengawasan konkret: audit real-time, transparansi pengadaan darurat, pelacakan bantuan berbasis data, serta ruang koreksi bagi masyarakat sipil dan media. Tanpa itu, kontrol yang kuat, berisiko berubah menjadi konsentrasi kekuasaan yang sulit diawasi.

Kebijakan Prabowo dalam penanganan bencana sebaiknya dibaca sebagai upaya menyeimbangkan dua tuntutan sekaligus. Ialah kecepatan negara dan ketertiban tata kelola. Kontrol presiden yang kuat dimaksudkan bukan untuk meniadakan prosedur. Melainkan memastikan bahwa dalam kondisi luar biasa sekalipun, negara tidak kehilangan kendali etis dan hukum.

Kasus hukum dalam penanganan bencana memperlihatkan wajah ganda negara. Mampu hadir secara cepat dan tegas, tetapi selalu diuji oleh godaan penyimpangan.

Tantangan ke depan bukan sekadar memperkuat ancaman pidana. Melainkan memastikan kontrol langsung presiden—seperti ditunjukkan Prabowo—benar-benar berfungsi sebagai alat pencegah korupsi dan penjamin akuntabilitas.

Tanpa itu, bencana berisiko kembali menjadi tragedi ganda. Ialah kehancuran alam: ditunjukkan gelondongan kayu rapi di depan mata. Diperdalam kegagalan tata kelola oleh korupsi.

 

 

Jakarta, ARS (rohmanfth@gmail.com).

Lihat juga...