Airdrop Kit Titik Lemah Logistik Bencana Indonesia

Ketika satu jembatan mulai bisa berfungsi, masih terdapat lima jembatan lain terputus. Sebagian besar wilayah tetap terisolasi, meskipun bantuan tersedia dalam jumlah besar di titik-titik tertentu.

Dalam kondisi seperti ini, jalur udara seharusnya menjadi solusi utama. kenyataannya, banyak bantuan tidak dapat segera dikirim melalui udara karena tidak kompatibel dengan skema airdrop.

Bantuan pangan yang tersedia sebagian besar berupa bahan mentah atau kemasan biasa yang tidak dirancang untuk dijatuhkan dari pesawat. Waktu terbuang untuk menyiapkan jenis bantuan yang bisa dikirim melalui udara. Sementara korban terus menunggu.

Masalah utama dalam kasus Aceh dan berbagai bencana lain bukan semata keterbatasan pesawat atau personel. Melainkan ketiadaan paket bantuan yang sejak awal dirancang dijatuhkan dari udara. Ready Airdrop Kit seharusnya bukan sekadar bantuan yang dimasukkan ke dalam kotak lalu dijatuhkan. Melainkan sebuah sistem logistik yang memenuhi syarat teknis, operasional, dan kemanusiaan.

Ready Airdrop Kit harus memiliki batas berat yang kompatibel dengan operasi udara. Dalam praktik internasional, paket keluarga umumnya berada pada kisaran 10 hingga 20 kilogram. Agar aman dijatuhkan, mudah ditangani di darat, dan efisien dalam distribusi massal.

Untuk konteks Indonesia, paket sekitar 15 kilogram untuk satu keluarga merupakan ukuran realistis. Seimbang antara kapasitas angkut pesawat dan kebutuhan penerima.

Isi paket harus dirancang untuk satu keluarga dengan lima anggota selama tujuh hari pertama. Dengan asumsi tidak tersedia dapur, listrik, atau air bersih dalam jumlah memadai. Artinya, makanan di dalamnya harus siap santap atau hanya memerlukan air minimal. Memiliki nilai kalori yang cukup, dan memenuhi kebutuhan gizi dasar agar korban dapat bertahan secara fisik pada fase awal bencana.

Lihat juga...