TNI Ke Barak: Mencurigakan ?

Contoh kasus: 1998. Kemarahan rakyat diadu dengan presiden Soeharto. Terjadi dilema. Pada satu sisi Presiden Soeharto dituntut mengamankan target  tinggal landas tahun 2000. Tiga tahun lagi. Pada sisi lain, rakyat sudah dikondisikan tidak bisa diajak kompromi.

Jika menghadapi kemarahan rakyat itu dengan represi, diperkirakan akan ada 500 korban jiwa. Presiden Soeharto tidak ingin kasus Tianamen terjadi. Demonstran pada dasarnya anak-anak bangsanya sendiri.

Presiden Soeharto memilih minggir. Berikutnya, Indonesia harus bersusah payah konsolidasi lagi daalam pembangunan. Hingga saat ini.

Sejarah dunia megajarkan: ketika polisi tidak mampu mengendalikan situasi, tentara dilemahkan/dipinggirkan, intervensi asing masuk. Menciptakan krisis besar.

Libya – 2011. Polisi dan aparat keamanan kewalahan menghadapi demonstrasi anti-Gaddafi. Militer terpecah. Sebagian pasukan membelot. NATO intervensi militer dengan dalih melindungi warga sipil (Resolusi DK PBB 1973).

Suriah – 2011–2015. Polisi tidak mampu mengendalikan protes massa. Militer dilarang menembak demonstran. Banyak desersi. CIA meluncurkan Operasi Timber Sycamore mempersenjatai oposisi.

Ukraina – 2014. Polisi gagal mengendalikan protes Euromaidan. Menghnindari bentrok, militer Ukraina tidak dikerahkan. Pasukan tak berseragam (“little green men”) Rusia memasuki Krimea.

Afghanistan – 2021. Polisi nasional tidak mampu menahan gelombang serangan Taliban. Militer dilemahkan melalui penarikan pasukan AS. Taliban mengambil alih.

Mali – 2012. Polisi kewalahan menghadapi pemberontakan Tuareg di utara. Militer terpecah. Kudeta terjadi di Bamako. Struktur komando kacau. Kelompok jihad bersenjata (AQIM) mengambil alih sebagian besar wilayah utara. Prancis meluncurkan intervensi militer (Opération Serval).

Lihat juga...