Harapan Rakyat kepada Presiden Prabowo Subianto: Revisi Keppres 02 Tahun 2022 yang Meniadakan Peran Letkol Soeharto

 

Sebagaimana diceritakan almarhum Probosutedjo dalam buku biografi novelistiknya yang berjudul “Saya dan Mas Harto”, pada sekitar awal Januari 1949, setiap hari, pasukan Belanda menginterogasi semua orang di Kemusuk.

Mereka mencari tahu di mana Letkol Soeharto yang telah memimpin serangan malam hari terhadap pasukan Belanda di sekitar Kantor Pos Besar, Secodiningratan, Ngabean, Patuk, Sentul, dan Pengok, pada 29 Desember 1948.

Serangan Letkol Soeharto tersebut cukup memakan banyak korban jiwa dan bangunan di pihak Belanda.

Suasana di acara dialog kebangsaan yang mengangkat tema “Perjuangan Kepemimpinan Letkol Soeharto dalam Memaknai Serangan Umum 1 Maret 1949”. Foto: Dok YKCB

 

Padahal, sebelumnya, pasukan Belanda telah merasa menang ketika menangkap Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa Menteri.

Serangan tersebut telah menyulut kemarahan seluruh tentara Belanda.

Alih-alih mendapat informasi, ternyata, berbagai interogasi para tentara Belanda tersebut hanya menghasilkan nihil.

Sehingga akhirnya, dengan sangat kalap dan membabi-buta, para tentara Belanda menembaki semua kaum pria yang terlihat di Desa Kemusuk maupun desa-desa di sekitarnya.

Tiap kali selesai menembak pria, jasadnya langsung dilempar ke dalam api yang berkobar-kobar.

Termasuk di antaranya yang menjadi korban adalah Atmo Pawiro (orang tua Pak Harto) serta lebih dari 200 korban lain, 3 di antaranya adalah bayi dan balita.

Mereka membakar semua rumah dan tempat penyimpanan jerami. Saat itu, Kemusuk yang damai telah berubah menjadi neraka mengerikan yang dipenuhi letusan senjata.

Lihat juga...