Survei INFID mempertegas Litbang Kompas (2022). Hanya 28,6% siswa SMA memahami Pancasila dari ruang kelas. Sebanyak 21,7% memahami Pancasila dari medsos.
Bisa dipahami jika hiruk pikuk diskursus publik kita yang melelahkan itu seringkali tidak memiliki orientasi yang jelas dan berkelanjutan. Hanya respon reaksioner atas situasi kebangsaan sesaat. Bukan kontestasi gagasan strategis jangka panjang. Bukan sebuah gerakan pembangunan peradaban yang sistematis berkelanjutan.
Ibarat permainan bola mirip permainan tarkam. Kick and rush. Tendang dan lari. Bukan suatu skema permainan yangh teroganisir.
Bisa kita saksikan dalam dialektika kebangsaan kita isunya cepat meredup. Tertimpa kasus-kasus baru yang lebih viral. Tanda bahwa kaum kritis kita, kaum aktivis, mudah diombang-ambingkan oleh isu-isu raksioner.
Bangsa ini perlu aktivis-aktivis peradaban Pancasila. Untuk mengarusutamakan gagasan-gagasan peradaban Pancasila secara berkesinambungan. Agar segenap elemen bangsa memahami peradaban seperti apa yang seharusnya dibela dan diperjuangkan.
Agar elemen-elemen bangsa kita, termasuk aktivis, memiliki kapasitas dalam menjemput dan menopang tegaknya peradaban besar itu. Peradaban yang selama ini dimpi-impikan.
• ARS – Jakarta (rohmanfth@gmail.com)