Menurunkan Jokowi Meninju Angin

Tidak ada alasan legal untuk dilakukan itu. Hanya kekecewaan belaka.

Kedua, kekecewaan atas agenda politik dinasti keluarga Jokowi. Ketika semua elemen keluarganya berhasil memasuki gelanggang politik.

Jika ini menjadi alasan, tidak cukup ruang bidik untuk menjatuhkan Jokowi. Ketika proses-proses politik sudah didasarkan peraturan yang ada. Termasuk pada mekanisme perubahan peraturan itu sendiri. Mempermasalahkan soal ini akan berujung debatable.

Gerakan protes dengan isu ini juga tidak berani mendorong UU Anti Dinasti. Padahal memperjuangkannya justru menjadi triger perubahan jika dibanding dengan isu menurunkan Jokowi.

Ketiga, trust kepada Jokowi masih tinggi. Diduga masih berpengaruh pada pilkada. Gerakan protes dan gerakan massa penurunan Jokowi hanyalah upaya delegitimasi. Agar pengaruhnya pudar pada momentum-momentum politik berikutnya.

Keempat, perbaikan citra rezim PDIP. Kepemimpinan Jokowi esensinya kepemimpinan rezim PDIP.  Selama satu dekade belakangan.

Keretakan hubungan dengan Jokowi dimanfaatkan betul oleh PDIP. Untuk menimpakan segala beban kesalahan kepada Jokowi. Beban kesalahan PDIP atas semua kelemahan rezim itu akan dilupakan publik.

Kelima, reposisi dalam kabinet dan lembaga strategis. Gerakan massa menjatuhkan Jokowi hanyalah skenario bargaining politik. Tercermin dari narasi, “Prabowo Yes, Jokowi No”. Sebagaimana banyak dikemukakan politisi PDIP.

Publik mengetahui secara jelas, kontribusi Jokowi terhadap kemenangan Prabowo. Jokowi memiliki sosok Gibran di Wapres. Juga pendukung-pendukungnya di kabinet maupun simpul-simpul massa. Membidik Jokowi sebenarnya mudah diketahui. Sama saja dengan membidik Prabowo.

Lihat juga...