BPIP, Pancasila dan Pluaralisme Hukum

Oleh: Abdul Rohman Sukardi

 

 

BPIP dihujat. Terdapat dua sesi dalam Paskibraka 2024 uniformnya diseragamkan. Tidak memakai jilbab. Peserta yang sudah lama memakai jilbab, demi kecintaan pada tanah air, terpaksa menanggalkan jilbab. Memag tidak dipaksa. Akan tetapi akal sehat menggiring pada kesimpulan, kebijakan itu merupakan pemaksaan secara tidak langsung. Peserta digiring pada situasi terpaksa.

Kebijakan itu bukan saja bertentangan dengan aturan BPIP RI No 3 Tahun 2022 Tentang Pelaksanaan PP No 51 tahun 2022 Tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Aturan itu tidak melarang penggunakan jilbab. Bahkan terdapat tutorial peserta berjilbab. Pada Bab VII poin 4.

Kepala BPIP mengemukakan penyeragaman uniform bertujuan mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera. Sebagaimana dikutip Antaranews (14-8-2024).

Kebijakan BPIP itu mencerminkan tiga kegagalan. Pertama, gagal memahami konstruksi peradaban Pancasila. Kedua, gagal memahami Pancasila melindungi pluralisme hukum. Ketiga, gagal menjalankan fungsinya sebagai akademi idiologi bangsa.

BPIP gagal dalam memahami atau justru mengabaikan konstruksi peradaban Pancasila. Rumusan kosepsi peradaban Pancasila itu termaktub dalam alinea empat preambule UUD 1945.

Bahwa tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia untuk: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Untuk pencapaian tujuan tersebut, Negara Republik Indonesia, berkedaulatan rakyat dan berdasar pada: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) persatuan Indonesia, (4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, (5) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lihat juga...