Biden adalah pribadi sopan dan menyayangi keluarganya (walau tidak berarti menyayangi nyawa orang lain) tapi karena uzur, kemampuan kognitif nyaris sirna dan kekuatan motoriknya menurun total. Trump adalah pribadi paling tidak sopan, selain usianya yang sudah lanjut, ia juga, menurut anak negerinya sendiri, doyannya berbohong hampir sesering mengeluarkan napas dari lobang hidungnya.
Lantas orang gila mana yang akan memilih Trump? Banyak. Pertama dan utama adalah petinggi Partai Republik sendiri dan tentu saja pengikut partai warisan Ronald Reagan tersebut. Bagi mereka tidak penting Trump itu punya otak atau tidak, cocok atau tidak untuk memimpin negara Amerika, yang penting partai mereka bisa menang. Soal seorang presiden Amerika harus memiliki qualitas pemandu demokrasi bagi seluruh manusia di kolong langit ini dan sekaligus sebagai panglima tertinggi negara yang punya senjata nuklir, itu urusan belakangan. Soal apakah mantan presiden kebanggaan Partai Republik Reagan dulu pernah berucap bahwa misi partainya teramatlah elok dan penuh kebajikan ibarat “membangun sebuah kota penuh cahaya di atas sebuah bukit”.
Maksudnya, Partai Republik terus memperjuangkan hal-hal yang berakar dari nilai-nilai kebebasan, pengorbanan, tanggung jawab individu dan kebaikan umum. Dengan khutbah sarat pesan ini, tak ayal semua orang Amerika yang sempat kecut karena tampil Ayatollah Khomeini di Iran, jadi berbunga-bunga kembali. Dan, kemudian beramai-ramai mulai dari kakek-kakek hingga pemuda necis, dari bintang olah raga hingga bintang film, memutuskan memilih mantan bintang Hollywood itu sebagai presidennya.