Ancam Kedaulatan Rakyat Indonesia, Waspadai Modus Operandi Kejahatan Mafia Tanah, Mafia Bisnis, dan Mafia Peradilan
OLEH AHMAD KHOZINUDIN, S.H.
Modus PKPU juga dilakukan untuk menghindari risiko pidana. Seolah-olah, kasusnya murni perdata dan sudah proses PKPU. Sehingga, kreditur terhalang untuk mengambil upaya hukum pidana, saat memiliki bukti untuk menguatkan unsur pidananya.
Dalam kasus Inet, modus PKPU yang diambil patut diduga adalah rangkaian tahapan untuk menghindari kewajiban, sekaligus melarikan harta hasil penipuan berkedok bisnis/investasi.
Bisa juga, langkah ini ditempuh untuk menjadikan kreditur fiktif yang dibuat agar bisa menampung dana hasil penipuan berkedok bisnis/investasi, dengan dalih penyajian utang yang bersifat prioritas (kreditur preferen).
Salah satu kreditur Inet mencium praktik kecurangan ini. Inet sengaja memunculkan kreditur fiktif agar harta pailit nantinya terbagi habis bahkan kembali kepada debitur atau utang bisa dibayar sesuka mereka sendiri. Hal ini akan sangat merugikan kreditur asli.
Kasus ini, mewakili kasus mafia bisnis dan mafia peradilan. Dalam proses PKPU, konsep pembagian harta hasil kejahatan dengan modus penundaan utang, maupun dengan modus pailit, semuanya dilegalisasi putusan pengadilan.
Jadi, selain melegalisasi proses penipuan berkedok bisnis/investasi, kejahatan mafia hukum melegitimasi kejahatan mafia bisnis dengan stempel hukum (putusan) yang sudah dipersiapkan.
Kasus mafia bisnis, biasanya juga terkait dengan mafia tanah. Karena agunan bisnis atas utang atau investasi berupa tanah dan bangunan yang menjadi jaminan bank, biasanya juga hasil tipu muslihat. Mafia tanah, mafia bisnis dan mafia hukum, sudah seperti lingkaran setan.
Kasus Inet ini ibarat fenomena gunung es, yang nampak sebagian saja. Padahal, fenomena kasus penipuan dengan dalih bisnis/investasi, yang dijalankan oleh mafia bisnis bekerja sama dengan mafia hukum yang tak terendus publik, jauh lebih dahsyat lagi.