Partai Demokrat bercorak Saptamargais-Demokrat. Oleh keberadaan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Mengingat Saptamargais berarti pula nasionalis-religius, maka idiologi partai ini bercorak nasionalis-religius-demokrat.
Golkar lebih pada corak politik pragmatis-pluralis. Pada masa jayanya, era orde baru, golkar sangat nasionalis karena terbawa doktrin Saptamargais. Dalam format ABG (ABRI-Birokrat-Golkar). Pasca Orba, Golkar lebih pada corak pragmatis-pluralis.
Adapun PAN, lebih bercorak religius-pragmatis. Corak religiusnya sebagai konsekuensi historis keberadannya merupakan salah satu saluran politik warga Muhammadiyah. Walau seperti NU, tidak semua warga Muhammadiyah bernaung secara politik di PAN.
Bagaimana dengan paslon 3?. Didukung PDIP dan PPP.
PDIP lebih bercorak kiri-liberal. Hal ini tercermin pada dua dekade sebagai pemenang pemilu. Gagasan nasionalis atau Soekarnoisme tenggelam oleh romantisisme dan glorifikasi kebesaran Presiden Soekarno. Selebihnya diwarnai gagasan-gagasan kiri-liberal. Seperti rehabilitasi politik gerakan kaum kiri, penggunaan idiom-idiom kiri seperti diksi “petugas partai” maupun akomodasi terhadap gagasan-gagasan liberal.
Sedangkan PPP lebih pada religius-nasionalis sebagaimana PKB. Namun kini eksistensinya melemah sehinga sulit menjadi pencorak dominan.
Corak politik ini akan mengalami pergeseran dan berpadu-kelindan ketika pilpres berlangsung dua putaran oleh konsekuensi koalisi. Jika paslon 01 dan 03 berkoalisi, maka corak baru akan terbentuk merupakan perpaduan beragam Idiologi. Mengingat PDIP merupakan partai dengan jumlah besar parlemen, maka ekssistensinya akan tetap kuat sebagai penyangga koalisi. Walaupun paslon 01 menang, maka corak kiri-liberal tidak akan hilang.