Serigala yang Ditinggalkan

CERPEN RUDI AGUS HARTANTO

Ketika prajurit itu hampir sampai untuk menolongnya, sebuah ranjau darat kembali meledak melumat tubuh orang itu dan bersambut dentuman yang menghancurkan kakinya.

Ketika matanya terbuka, Arthur telah berada di atas tandu. Pasukan Auman Api kembali ke tempat pendaratan. Dari bisik-bisik kawan yang mengangkutnya, ia tahu tidak ada musuh yang menyerang mereka. Para pemberontak berhasil menjebak mereka, bahkan sedikit pun tanpa terjadi tembakan.

Sesampainya di rumah sakit militer, para dokter memutuskan mengamputasi kedua kaki Arthur. Apa yang ada di pikirannya saat itu hanyalah kedua orang tuanya. Terlebih tentang ibunya yang bahkan ketika berangkat pun ia tidak mengetahuinya. Begitu ia merasa bersalah atas keputusannya.

Seolah dokter militer yang merawatnya mengetahui apa yang berkelindan di kepala Arthur. Dokter itu menjelaskan bahwa ranjau yang menghilangkan kedua kakinya merupakan bukti jika Arthur orang terhormat, sehormat-hormatnya. Tetapi ia sulit untuk menerima hal itu, terlebih apa yang dilakukannya telah menyakiti ibu.

Tepat pada saat ia sampai di rumah, bulan sedang purnama dan berwarna merah pekat. Arthur mendengar auman serigala mirip seperti ayah. Ia juga terbayang jari telunjuknya yang mengarah ke pintu ke luar rumah saat ibu memintanya untuk tidak menjadi seorang prajurit.

Dan pada saat itu ia seperti mendengar bisikan: para bayi serigala mengenal siapa yang mengancam mereka. Arthur berpaling dari jendela dan menghadap cermin. Ia melihat dirinya seperti serigala yang ditinggalkan, berhadapan dengan para pemburu. ***

Rudi Agus Hartanto, putra daerah Mojogedang. Mahasiswa Program Magister Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret. Bergiat di Komunitas Kamar Kata Karanganyar.

Lihat juga...