Krisis Politik 1998, Kenapa Presiden Soeharto Menyatakan Berhenti?

Oleh: Abdul Rohman

Kelima kekuatan itulah yang bertarung pada pergolakan reformasi 1998. Bukan semata-mata benturan diametral antara rakyat dan Presiden Soeharto. Opini perlawanan rakyat vs Presiden Soeharto sengaja dibangun sebagai katalisator berbagai pihak dalam mewujudkan agenda pragmatisnya masing-masing.

Krisis moneter dan ekonomi berlangsung sejak tahun 1997 merupakan momentum yang efektif dieksploitasi untuk mendeskreditkan Presiden Soeharto. Krisis itu ditunggangi berbagai pihak untuk membangun kemarahan rakyat dalam suatu isu besar: rakyat vs Presiden Soeharto yang otoriter dan KKN.

Kemarahan rakyat merebak kemana-mana. Hingga muncul kerusuhan di berbagai tempat. Beragam kerusuhan itu bisa dipahami sebagai cara mendelegitimasi kepemimpinan Presiden Soeharto. Yang secara faktual Presiden Soeharto secara pribadi masih dicintai oleh rakyat. Hal itu diketahui dari surat-surat yang dikirim berbagai lapisan masyarakat paska Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan.

Menghadapi kemarahan rakyat itu Presiden Soeharto kemudian melakukan berbagai upaya. Termasuk membentuk kabinet reformasi pembangunan dan menyatakan untuk tidak maju lagi sebagai presiden. Sejumlah elit politik dan pimpinan gerakan massa (tentu dengan segala motif pragmatisnya masing-masing), banyak yang tidak menyetujui langkah itu. Singkat cerita dan dalam proses yang singkat, Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan sebagai presiden.

Buku “Presiden Soeharto dan Visi Kenusantaraan” mengungkapkan bahwa berhenti sebagai Presiden bukan merupakan masalah bagi Presiden Soeharto. Ia sudah sering mengungkapkan sejak tahun 1996. Untuk perlunya pengganti bagi dirinya.

Lihat juga...