Kedaulatan Pangan dan Transmigran Santri
Oleh: Abdul Rohman
Alternatif paling rasional adalah dengan membuka lahan-lahan transmigrasi. Khususnya di daerah-daerah yang memerlukan tenaga-tenaga penggerak kemajuan di daerah itu.
Krisis kader-kader petani juga bisa dilakukan dengan mencetak kader-kader petani baru. Salah satu segmen potensial adalah para santri pesantren salaf untuk dididik menjadi kader-kader petani itu.
Produk sekolah-sekolah nasional, pesantren modern, akademi dan universitas konvensinal, biasanya enggan memasuki dunia pertanian, kecuali sebagian kecil orang saja.
Dunia pertanian adalah dunia becek dan kotor. Tidak wangi. Mereka memilih kerja di sektor perkantoran, jasa dan industri. Kerja di institusi yang sudah mapan.
Pesantren-pesantren salaf menempa para santrinya untuk memahami konsepsi pembangunan peradaban berdasarkan khasanah keilmuan Islam.
Mereka dididik memahami khasanah-khasanah keilmuan Islam klasik. Selama pendidikan juga ditempa untuk tahan menghadapi berbagai kesulitan. Termasuk hidup sederhana selama studi. Terbiasa tirakat.
Jebolan pesantren salaf ini bisa ditransformasikan sebagai kader-kader petani penjaga kedaulatan pangan.
Mereka diberi pelatihan-pelatihan singkat di balai-balai pertanian kementerian pertanian. Biasanya memakaan waktu beberapa bulan saja.
Balai-balai itu memiliki pengalaman dalam mendidik kader-kader petani dari dunia ketiga (Asia-Afrika) di era Orde Baru yang lalu.
Tentu mudah saja jika kini mendidik para santri itu menguasai secara cepat teknik-teknik bertani semi modern.
Kepada para santri lulusan pelatihan itulah kemudian diberi kesempatan menjadi transmigran. Menjadi petani-petani baru di daerah transmigran.