Catatan Harian Abdul Rohman Sukardi – 04/12/2025
Dalam percaturan geopolitik kontemporer, Indonesia menempati posisi sangat khas. Sekaligus rawan.
Sejak awal berdirinya ASEAN pada 1967, Indonesia dianggap sebagai natural leader kawasan. Namun kepemimpinan ini tidak otomatis menjadikan Indonesia berada dalam zona aman.
Secara geografis dan politik, Indonesia justru dikelilingi negara-negara yang memiliki orientasi strategis berbeda-beda. Bahkan terkadang berseberangan. Malaysia, Singapura, dan Brunei masih memiliki kedekatan historis dengan Inggris dan Amerika Serikat karena konteks Persemakmuran. Papua Nugini jelas berada dalam orbit Australia. Timor Leste memiliki ikatan kuat dengan Portugal.
Sementara negara-negara ASEAN lain terbelah dalam preferensi geopolitik: Vietnam dan Singapura lebih condong ke Barat. Kamboja dan Laos dekat dengan Tiongkok. Myanmar menjalin hubungan intensif dengan Rusia. Thailand memainkan diplomasi yang sangat cair.
Dalam teori geopolitik klasik, posisi Indonesia ini sangat mirip dengan konsep Rimland Nicholas Spykman. Ialah wilayah pesisir dan kepulauan yang menjadi arena pertarungan pengaruh kekuatan besar. Kawasan yang berada dalam Rimland, dapat dengan mudah berubah menjadi titik tekan geopolitik (pressure points).
Dengan kata lain, Indonesia tidak dikelilingi musuh. Tetapi ia hidup di lingkungan strategis yang tidak bisa diasumsikan sepenuhnya selaras dengan kepentingannya. Setiap perubahan orientasi politik di negara-negara sekitar dapat membuka pintu bagi kekuatan besar untuk memproyeksikan pengaruhnya ke wilayah yang bersentuhan langsung dengan kepentingan Indonesia.