Jejawu

CERPEN YUDITEHA

Luwika tetap mengajari Jejawu selayaknya yang diajarkan kepada orang normal, termasuk mengajari bagaimana lelaki harus pandai bela diri dan bertarung. Meski pada kenyataannya Jejawu hampir selalu tidak bisa melakukan ajaran-ajaran itu, tidak membuat Luwika kecil hati.

Dia tetap mengajari Jejawu dengan sabar. Bahkan sampai sekarang Jejawu belum sekalipun bisa melakukan apa yang diajarkan, tidak juga membuat Luwika menyerah. Karenanya Luwika pernah ditanya Ingarsih perihal itu, dan jawaban Luwika sungguh membuat terharu bagi mereka yang mendengarkan.

“Tugas orangtua tetap mengajarkan sesuatu yang baik kepada anaknya. Saya akan terus melakukan itu, tetapi saya tidak menuntut Jejawu harus bisa melakukannya. Bagiamanapun hasilnya saya tetap harus mengajarinya. Tetapi hal itu bukan lantas kulakukan dengan paksaan, terlebih dengan cara-cara kasar. Saya tetap memperhatikan perasaan Jejawu.”

Karena tidak ada Jejawu harus bisa melakukan, terlebih karena sikap Luwika lemah lembut dalam memperlakukannya, hal itu membuat Jejawu senang. Jejawu justru merasa nyaman jika sedang bersama Luwika.

Perasaan Jejawu seperti menangkap ketulusan yang diberikan ayahnya itu. Bahkan Jejawu juga tidak pernah merasa terpaksa setiap menyimak ajaran Luwika.

Sampai waktunya ketika Desa Sukadana menjadi Kademangan. Meski Luwika telah didukung empat desa, tetapi ada sebuah kademangan yang tidak suka dengan rencananya. Galanggang, begitulah nama kademangan itu. Letaknya tidak jauh dari Desa Sukadana.

Tepatnya di sebelah barat, di mana dari sana lebih dekat jaraknya menuju Keraton Sala. Kademangan Galanggang dipimpin Hindrawi. Pemicu ketidaksukaan Hindrawi karena ada beberapa warganya menjual tanah dan tempat tinggalnya lalu membeli tanah sekaligus tinggal di wilayah Kademangan Sukadana.

Lihat juga...