Berpindahnya warga itu sebenarnya tidak masalah karena proses berpindahnya pun bukan dengan cara salah. Tetapi oleh Hindrawi, peristiwa itu dianggap penghinaan atas dirinya. Puncak kemarahan itu, Hindrawi mengerahkan prajuritnya untuk menyerang Kademangan Sukadana.
Sesungguhnya Kademangan Sukadana juga mempunyai prajurit tangguh, tetapi karena Hindrawi meminta bantuan kompeni, sehingga prajurit Kademangan Sukadana mengalami kekalahan. Lebih dari separuh prajurit Luwika gugur, dan sisanya mengalami luka parah.
Pada saat itu Demang Hindrawi memberi peringatan, jika sampai sepekan tidak ada pernyataan menyerah, dan bersedia bergabung dengan Kademangan Galanggang, mereka akan kembali datang untuk menyerang. Secara perhitungan kasar, pasukan Luwika sudah tidak bisa berkutik.
Jika memaksa bertarung, mereka tetap akan kalah. Luwika sangat bingung, dan hal itu mendapat simpati beberapa pemuda Kademangan Sukadana. Mereka berniat membantu bertarung. Tetapi sekali lagi, sebanyak apa pun pemuda Kademangan Sukadana, tidak akan mampu menghadapi serangan bedil dari kompeni.
Pada saat itu, dengan berat hati Luwika menyampaikan bahwa dia akan menyerah kepada Kademangan Galanggang. Dia tidak ingin warganya menjadi korban sia-sia,.
Ketika Luwika menyampaikan hal itu, matanya berkaca-kaca. Kesedihan tak bisa disembunyikan dari wajahnya. Jejawu, putra kesayangannya memperhatikan dari kejauhan yang tak lama kemudian berdiri dari duduknya lalu melangkah ke arah ayahnya.
Dipeluknya Luwika, dan hal itu semakin membuatnya terharu. Hampir semua warga yang melihat hal itu menitikkan air mata.
Sehari sebelum Luwika menyampaikan keputusan menyerah kepada Kademangan Galanggang, Kademangan Sukadana kedatangan tamu. Mereka adalah rombongan Wanggi dan seluruh pemuda Sukadana.