Wiwitan, Tradisi Bersyukur Petani di Lamsel Tetap Lestari
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Menjadikan negara Indonesia sebagai negara agraris berbasis pertanian menjadi salah satu cita-cita luhur Presiden Soeharto.
Swasembada padi dengan meletakkan dasar pertanian masih terlihat dengan mempertahankan lahan sawah. Kelestarian sawah, padi menjadikan kekayaan tradisi petani sebagai masyarakat agraris masih bertahan. Salah satu tradisi dikenal dengan wiwitan.
Bonimin, salah satu sesepuh petani di Desa Pasuruan, Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan (Lamsel) masih menjaga wiwitan. Wiwitan sebutnya jadi warisan tradisi ungkapan syukur petani atas limpahan rejeki.
Hubungan vertikal dengan Sang Pemberi hidup, menumbuhkan, mengawali atau wiwit sumber pangan disimbolkan dalam wiwitan. Ia memadukan budaya tanpa meninggalkan keyakinan kepada Sang Pencipta.
Tradisi wiwitan sebut Bonimin dilakukan sehari sebelum panen. Wilayah lahan pertanian di Lampung Selatan sebagian memasuki masa panen. Dominan jenis padi varietas IR 64, Ciherang ditanam petani.
Usia tanam dari benih hingga padi menguning bisa mencapai 120 hari sehingga wiwitan akan digelar saat usia 119 hari. Ia akan mengundang kerabat, tetangga yang ikut menanam padi untuk ikut dalam wiwitan.
“Wiwitan memiliki makna luhur sebagai budaya menjaga tradisi leluhur yang menjadi simbol bahwa alam merupakan tempat untuk menumbuhkan asal mula kehidupan, tanah, air yang akan memberi sumber pangan bagi manusia, ungkapan syukur itu diperlihatkan dengan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbagi pada sesama,” terang Bonimin saat ditemui Cendana News, Minggu (7/11/2021).
Bonimin bilang tradisi wiwitan diawali dengan melihat kondisi tanaman padi. Lokasi tulakan atau tempat aliran air bermula, semua penjuru mata angin, lokasi pembuangan air dari sawah akan dicek.