Sistem Tanam Selingan, Wujudkan Indonesia Swasembada Kedelai
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Arwin menegaskan jika ingin mencapai swasembada kedelai kembali, seperti yang pernah terjadi di era Pak Harto, maka yang perlu dihadirkan adalah peran pemerintah.
“Secara saintifik, tanah kita bisa ditanami kedelai. Benih sudah ada. Artinya, yang harus dibahas selanjutnya adalah mengenai harga jual. Kan petani nanam kedelai itu untuk mendapatkan keuntungan. Kalau rugi, buat apa. Saat ini kan harga kedelai Indonesia itu lebih mahal dibandingkan yang impor. Jadi kalau ditanam lalu tidak bisa dijual, atau marginnya tipis, ya petani tidak akan mau. Seharusnya pemerintah hadir dengan kebijakan. Apakah insentif pada benih atau pupuk, sehingga mereka bisa menjual seharga komoditas hasil impor,” kata pria yang sudah terlibat lama di bidang penelitian kedelai ini.
Ia juga menyatakan, jika yang menjadi masalah adalah lahan, maka dengan penerapan penanaman selingan dari padi, ada sekitar 4 juta hektare lahan sawah yang bisa digunakan.
“Tidak usah semuanyalah digunakan sebagai penanaman kedelai. Setengahnya saja. Dengan jumlah hasil per hektare yang digunakan adalah yang terendah, yaitu 1,5 ton per hektare, jumlahnya sudah cukup itu. Satu musim saja. Sudah cukup untuk menuju swasembada kedelai,” tuturnya.
Arwin menyebutkan sinergi dari setiap kementerian sangat dibutuhkan dalam mendukung upaya swasembada kedelai ini.
“Dengan hadirnya kebijakan yang mendukung swasembada, harusnya tidak ada masalah. Karena berdasarkan uji adaptasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTT menunjukkan bahwa benih yang dimiliki Indonesia mampu menghasilkan jumlah kedelai yang mencukupi kebutuhan dalam negeri,” pungkasnya.