SEBELUM Datuk Tanah Tinggi menyerahkan Kitab Tanduk Kuda yang tertulis dalam huruf Incoung Kerinci kepada Kerajaan Jambi, Nyi Sutim Amiri yang ditemui Tarta Tanah Batu meramal, bahwa hal itu tak akan terjadi.
Sebab sebelum bulan memerah pada malam Jumat (1) ke-20 abad 14 —sebagaimana waktu yang menurut Datuk Tanah Tinggi tepat karena semua orang tahu saat itu Adityawarman akan berlabuh di Jambi untuk dinobatkan menjadi Maharaja Dirja, menggantikan Raja Mauliwarmadewa — Kitab Tanduk Kuda akan terbakar di malam Jumat ke-13 tahun 1347.
Andai bisa diselamatkan dengan cara yang mustahil sekali pun, katakanlah kitab itu dibaca atau tersampaikan pada banyak orang setelah melewati takdir yang semestinya telah terbakar, Nyi Sutim Amiri menjamin suatu kejadian buruk akan menimpa banyak orang.
Sebelum Tarta Tanah Batu menyampaikan ramalan itu, Datuk Tanah Tinggi meludah dan mengutuk Nyi Sutim Amiri, seolah ia juga seorang peramal yang dapat paham apa yang ingin disampaikan Tarta Tanah Batu.
“Dia hanya iblis yang banyak omong!”
Tarta Tanah Batu tak mampu menentang Datuk Tanah Tinggi untuk mengurungkan niatnya yang akan sia-sia, di samping itu ia percaya beberapa ramalan Nyi Sutim Amiri telah terbukti benar dan terjadi.
Selain ia tak punya kuasa membelokkan apa yang telah menjadi pilihan, Datuk Tanah Tinggi tampak seperti serigala yang telah melihat seekor kijang dalam keadaan perut kosong.
Wajar bila Tarta Tanah Batu memilih diam hingga Datuk Tanah Tinggi membuktikan sendiri apa yang akan terjadi.
Pada malam Jumat ke-6 tahun 1347, Datuk Tanah Tinggi merasakan hawa panas menjalar pada badan kitab. Ia memanggil dan meminta Tarta Tanah Batu untuk memastikan apa yang dirasakannya.