Kitab Tanduk Kuda

CERPEN BERI HANNA

Begitu Tarta Tanah Batu menempelkan jemari dan mengangguk sambil menatap matanya dan berpikir ramalan Nyi Sutim Amiri sedang bekerja, Datuk Tanah Tinggi enggan percaya dan berkilah, hawa panas dari kitab bisa terjadi oleh sesuatu di luar ramalan Nyi Sutim Amiri.

Tarta Tanah Batu yang merasa ia belum sempat menceritakan soal ramalan, penasaran dengan sumber pengetahuan Datuk Tanah Tinggi. Sambil mereka berpandang di tengah kitab yang memanas itu, Datuk Tanah Tinggi menjawab, itu hanya hal kecil dari banyak hal lain yang telah diketahui olehnya.

“Kau tahu apa yang harus dikerjakan,” kata Datuk Tanah Tinggi sambil menyerahkan jelaga serta putih telur dan beberapa lembar daun lontar.

“Jangan sampai kitab ini terbakar sebelum kuserahkan pada Maharaja Dirja.”

Mereka langsung bekerja dan berbagi tugas. Separuh pertama dikerjakan Datuk Tanah Tinggi, bagian tengah dan akhir disalin Tarta Tanah Batu.

Tiga hari sebelum malam Jumat ke-13, kitab salinan yang telah selesai mereka tulis ulang, terasa panas serupa kitab yang asli.

Tarta Tanah Batu berpikir, ramalan itu tak akan bisa ditentang. Takdir telah menginginkannya terbakar, walaupun mereka menggandakan kitab itu sebanyak mungkin, ia akan tetap terbakar baik yang asli maupun salinan dan usaha mereka bagai tindakan mengukir di atas air. (2)

Datuk Tanah Tinggi terlihat putus asa setelah melihat Kitab Tanduk Kuda hampir utuh menjalar warna merah. Sebelum Tarta Tanah Batu bertanya apa yang semestinya dilakukan, Datuk Tanah Tinggi telah membuat keputusan yang terdengar amat sangat mengejutkan.

“Hanya dia yang bisa mencabut kutukan agar kitab ini tidak terbakar!”

Lihat juga...