Cerita Seekor Babi
CERPEN AFRI MELDAM
Tak menunggu mulut tajamnya kembali memuntahkan makian, kupegang parang dengan kuat, mengarahkannya ke perut babi itu.
Binatang itu kembali mengeluarkan suara yang kuyakin meminta belas kasihanku. Aku membongkok, berusaha menahan agar air mataku tak kembali keluar.
Aku menunggu, mengulur waktu.
“Sekarang kau belah perut babi itu!” Laki-laki itu berdiri menatapku tajam.
Dadaku bergemuruh. Tanganku tiba-tiba sedingin air di hulu sungai. Ulu parang yang kugenggam terasa kian berat. Aku tak akan membantai binatang malang itu!
“Apa lagi ha? Apa lagi maumu sekarang?” kakinya bersarang di perutku. Aku meringis.
“Apa yang bisa kau lakukan, ha? Apa? Sejak dulu aku sudah curiga, kau bukan anakku. Tak setetes pun dari pemburu mengalir di tubuhmu! Penakut!”
Laki-laki itu mengambil paksa parang dari tanganku. Ia meletakkan mata parang yang haus darah itu tepat di tengah perut buncit babi malang itu, sementara tanganku ia tahan di sana. Aku meronta, ingin melepaskan diri dan pergi dari sana.
Namun hanya dengan satu gerakan saja, laki-laki keparat itu telah membelah perut babi betina bunting itu hingga isi perutnya terburai! Darahnya mengalir deras membasahi bajuku.
Aku menjerit. Lalu semuanya berubah menjadi gelap.
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, yang jelas begitu terbangun, kudapati diriku sudah berubah wujud menjadi seekor babi.
Dan, hal pertama yang melintas di benakku adalah berlari sekencang mungkin ke seberang sungai, lalu berbalik dan menyeruduk laki-laki itu sampai mampus!
“Babi keparat!” Ayah mengumpat dan memandangku dengan penuh kebencian. ***
Afri Meldam, lahir dan besar di Sumpur Kudus, Sumatera Barat. Menulis cerpen dan puisi. Buku kumpulan cerpennya, Hikayat Bujang Jilatang terbit pada 2015. Noveletnya yang berjudul Di Palung Terdalam Surga bisa dibaca di Pitu Loka (2019). Kini menetap di Bekasi, Jawa Barat.