Satu-satunya yang dianggap sebagai keberuntungan dan kemudahan karena di Gunung Banyak itu tersedia air yang cukup. Meskipun tanah di sana sebagian besar berupa padas tetapi di tengah-tengah gunung itu mengalir sungai besar yang airnya sangat jernih.
Oleh Wanggi sungai itu kemudian dinamai Sungai Aryasuta. Sebuah nama untuk mengenang anak buahnya yang gugur ditembak kompeni beberapa waktu yang lalu.
Karena jenis tanah di Gunung Banyak seperti itu hingga di sana hanya ditumbuhi sedikit pohon. Seiring waktu berlalu mereka menjadi tahu bagaimana caranya mengolah tanah padas menjadi gembur lalu menanaminya dengan jenis tumbuhan yang cocok.
Lambat laun pohon yang tumbuh bertambah banyak dan beraneka macam. Dari usaha mereka mendayagunakan lahan kritis itu, Wanggi beserta anak buahnya dapat bertahan hidup.
Di Desa Tangen, langit sore yang semula terang seketika berwarna abu-abu. Matahari tersapu awan, sepertinya mau turun hujan. Dan hujan akan dianggap sebagai berkah. Tetapi suasana yang melingkupinya tampak muram.
Kemuraman itu seperti sebuah pertanda akan datangnya kabar yang tidak baik. Kemuraman langit itulah yang kini tiba-tiba menyeruakkan kecemasan ke warga sekitar Desa Tangen dan sekitarnya. Sebuah desa yang berada di sebelah utara Desa Sukawati.
Kecemasan itu terjawab ketika menjelang malam ada dua orang pedagang yang lewat di Desa Tangen. Mereka pedagang rempah dan kain. Keduanya sempat singgah di Desa Tangen setelah beberapa hari berdagang di Pasar Sukawati dan Pasar Sambungmacan.
Mereka hendak meneruskan perjalanan ke Desa Purwodadi, sebelum akhirnya sampai di Semarang. Sewaktu mereka singgah itu sempat menyampaikan beberapa kabar tentang apa yang terjadi di Desa Sala dan Sukawati.