Ngluruk Tanpo Bolo 1 Oktober 1965 (Bagian 1)

OLEH: NOOR JOHAN NUH

Sarwo Edhi sudah mengetahui bahwa Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal A Yani ditembak di rumah,  jenazahnya dibawa oleh gerombolan penculik dan belum diketahui keberadaannya.  Sarwo dan Yani sudah berkawan sejak kecil di Purwokerto. Mereka sama-sama mengikuti Pendidikan militer PETA pada tahun 1943, malah satu kamar saat di asrama.

Hubungan emosional mereka berdua yang begitu kental membuat  kesedihan Sarwo begitu dalam saat mengetahui Yani terbunuh. Secara struktur komando, yang dapat memerintah Komandan RPKAD adalah Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal A Yani, bukan Panglima Kostrad. Hal ini menjadi kendala bagi Herman. Setelah dijelaskan bahwa Panglima Kostrad telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat, barulah Sarwo mematuhi.

Pak Harto Mengambil Alih Pimpinan AD

Langkah berikut menghubungi para Panglima Angkatan Laut Laksamana Madya Martadinata dan Panglima Angkatan Kepolisian Sucipto Yudodihardjo. Kepada keduanya dibicarakan situasi yang terjadi hari ini yakni adanya Gerakan 30 September dan diculiknya jenderal-jenderal Angkatan Darat. Dikatakan kepada kedua Panglima itu bahwa untuk sementara pimpinan Angkatan Darat diambil alih Mayor Jenderal Soeharto.  “…harap semua pasukan dikonsinyir dulu dan apabila akan bergerak, harap memberitahukan kepada Kostrad terlebih dahulu,” pinta Pak Harto dalam buku Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya oleh G Dwipayan dan Ramadhan KH.

Sedangkan dengan Angkatan Udara berbicara dengan deputi karena Panglima tidak di tempat. Malah Deputi Panglima Angkatan Udara Komodor Leo Watimena datang ke Kostrad untuk mendapat penjelasan langsung dari Pak Harto tentang apa yang terjadi pada waktu itu.

Lihat juga...