Wanjakti sendiri tidak pernah membicarakan masalah politik. Hanya membahas kenaikan pangkat dan jabatan dari kolonel ke brigadir jenderal. Dan dari brigadir jenderal ke mayor jenderal.
Jadi yang dikatakan Untung itu sama sekali tidak benar. Ini bukan sekedar gerakan untuk menghadapi apa yang dikatakan Dewan Jenderal saja, melainkan lebih jauh, mereka mengadakan gerakan kup untuk merebut kekuasaan negara secara paksa. Dan pasti didalangi PKI.
Menghadapi kejadian ini, kita tidak hanya sekedar mencari keadilan karena jenderal-jenderal kita telah diculik dan sebagian dibunuh, akan tetapi sebagai prajurit Sapta Marga kita merasa terpanggil untuk menghadapi masalah ini, karena yang terancam adalah negara dan Pancasila.
Saya memutuskan untuk melawan mereka. Kalau kita tidak melawan atau menghadapi mereka, toh kita akan mati konyol. Lebih baik mati membela negara dan Pancasila daripada mati konyol. Dengan ridho Tuhan, Insya Allah kita akan diberi jalan untuk menumpas gerakan pemberontakan yang dipimpin Untung itu.”
Seluruh staf yang ikut rapat mendukung pendapat dan kehendak Mayor Jenderal Soeharto untuk melawan kudeta Gerakan 30 September. Asisten Intelijen Kostrad, Kolonel Yoga Sugama mendukung pendapat Panglima, bahwa yang di belakang Untung adalah PKI.
Untuk melawan Gerakan 30 September, jangan bayangkan kekuatan pasukan Kostrad pada waktu itu dengan kekuatan Kostrad sekarang yang memiliki pasukan combat ready sebanyak dua divisi. Kostrad waktu itu tidak memiliki pasukan sama sekali yang langsung di bawah komando Panglima Kostrad. Pasukan yang ada pada waktu itu hanya satu Peleton Pengawal Markas.