Ngluruk Tanpo Bolo 1 Oktober 1965 (Bagian 1)

OLEH: NOOR JOHAN NUH

Mayor Jenderal Soeharto adalah prajurit yang berasal dari Divisi Diponegoro bahkan pernah menjadi Panglima di divisi ini.  Karena itu ia sangat mengetahui tentang Untung yang juga berasal dari divisi Diponegoro.

Letnan Kolonel Untung telah menjadi simpatisan PKI sejak tahun 1947, waktu ia berpangkat Sersan Mayor di Batalyon Digdo, Divisi Panembahan Senopati, di Wonogiri. Panglima Divisi Panembahan Senopati Kolonel Sutarto dan Komandan Batalyon Mayor Digdo adalah simpatisan PKI yang dibina oleh Alimin, tokoh PKI dari Solo. Dalam pernyataan di Mahmilub, Untung mengatakan bahwa ia menempatkan kepentingan partai di atas Sumpah Prajurit.

Meskipun tidak memiliki pasukan pada waktu itu, melainkan hanya satu peleton pengawal markas Kostrad, Pak Harto yang sarat memimpin berbagai palagan, mulai dari pertempuran Kotabaru, pertempuran Maguwo, pertempuran lima hari di Semarang, ikut dalam Palagan Ambarawa,  Serangan Umum 11 Maret, dan memimpin operasi militer terbesar di Indonesia sebagai Panglima Mandala, memimpin  Operasi Jaya Wijaya merebut Irian Barat. Berbagai palagan itu membuat ia dalam situasi sangat kritis dapat dengan cepat dapat menyusun strategi menghadapi pemberontakan Gerakan 30 September.

Memanggil RPKAD ke Kostrad

Sekitar pukul 10.00, Pak Harto memerintahkan Brigjen Muskita untuk membuat surat  memanggil Komandan RPKAD Kolonel Edhi Wibowo  datang ke Kostrad. Surat itu dibawa oleh Letkol Herman Sarens Sudiro dan ditulis dalam biografinya, ia sempat ditahan oleh RPKAD  di Cijantung karena situasi pada waktu itu setelah pengumuman Gerakan 30 Serptember di RRI pagi tadi, berbagai pihak saling curiga mencurigai.

Lihat juga...