Ia mencontohkan organisme terkecil yang bersel satu di laut yang sensitif terhadap variabilitas laut-iklim adalah fitoplankton. Karena fitoplankton ini membutuhkan sinar matahari untuk berfotosintesis.
“Sehingga kelimpahannya di laut pun akan sangat tergantung dari intensitas energi radiasi sinar matahari ke badan air laut,” ujarnya.
Gerak semu Matahari terhadap Bumi, dimana pergerakan rotasi Bumi dan revolusi Bumi terhadap Matahari menyebabkan seakan-akan Matahari secara musim akan bergerak dari belahan bumi utara ke belahan bumi selatan melewati ekuator.
“Pada saat gerak semu tersebut maka intensitas energi sinar matahari yang diterima oleh fitoplankton akan bervariasi terhadap musim. Ditambah lagi ketika adanya tutupan awan yang menghalangi pancaran sinar matahari,” ujarnya lebih lanjut.
Fenomena IOD dan ENSO, lanjutnya, juga akan mempengaruhi kelimpahan dan distribusi dari Fitoplankton tersebut.
“Fitoplankton adalah makanannya plankton, kemudian plankton dimakan ikan kecil, dan rantai atau piramida makanan di laut pun berlanjut hingga kepada predator teratas. Sehingga keberlimpahan fitoplankton kemudian akan mempengaruhi sumber daya ikan yang menjadi salah satu sumber pangan manusia,” papar Widodo.
Sebagai contoh, seperti yang terjadi di Teluk Tomini, dimana secara umum Fitoplankton di Teluk Tomini lebih melimpah pada Monsun Tenggara dibandingkan ketika Monsun Barat.
“Namun secara distribusi spasial, pada Monsun Tenggara, fitoplankton di bagian dalam Teluk Tomini (sisi barat) adalah lebih rendah daripada di bagian mulut Teluk Tomini (sisi timur). Fitoplankton akan lebih melimpah lagi ketika terjadi kopling antara Monsun Tenggara dengan El Nino. Untuk sementara, belum ada tercatat fenomena IOD berpengaruh kepada kemelimpahan fitoplankton di Teluk Tomini,” urainya.