ENSO dan IOD Bisa Berdampak Positif bagi Nelayan

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

Atau contoh lokasi lainnya, yaitu Laut Selatan Jawa hingga Selatan Nusa Tenggara yang mengalami keberlimpahan fitoplankton saat Monsun Timur/Tenggara.

“Keberlimpahan tersebut akan semakin meningkat ketika ada kopling dari El Nino, dan/atau ditambah lagi kopling dari IOD positif dan/atau IOD Modoki Positif,” ujarnya.

Atau yang lebih menarik lagi, apa yang terjadi di Selat Karimata yaitu puncak keberlimpahan fitoplankton dapat terjadi 2 kali dalam setahun, yakni di Monsun Barat dan Monsun Timur.

“Keberlimpahan fitoplankton pada Monsun Barat akan semakin meningkat ketika ada kopling dari El Nino. Keberlimpahan fitoplankton semakin juga meningkat ketika ada kopling dari La Nina pada Monsun Timur,” imbuhnya.

Dengan demikian, secara umum, keberlimpahan fitoplankton di Lautan Indonesia adalah setiap saat selalu ada.

“Dengan variabilitas volumenya pada setiap lokasi laut, selat, dan teluk di setiap musim/monsunnya. Fitoplankton selain berkontribusi menjamin sumber daya perikanan, juga berkontribusi menyediakan oksigen terlarut. Ikan akan sehat dan happy untuk tinggal di laut sebagai habitat hidupnya. Bila terpenuhi sumber makanannya dan bisa bernafas leluasa karena oksigen terlarut di dalam air melimpah,” kata Widodo lebih lanjut.

Jika keberadaan ikan terjamin di laut, maka nelayan akan mendapatkan kemudahan untuk melakukan penangkapan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhannya.

“Sehingga, riset pemantauan terkait interaksi IOD dan ENSO ini sangat penting untuk tetap dilanjutkan demi memberikan ramalan daerah penangkapan ikan dalam waktu 3 hingga 14 hari ke depan. Riset dan pemantauan ini akan lebih dahsyat output-nya kepada pemerintah dan outcome-nya kepada publik bila dilakukan Kolaborasi antara Badan Riset & SDM KKP, BMKG dan tentunya LAPAN. Jadi, secara umum, Benua Maritim Indonesia (BMI) memiliki peran geostrategis terhadap ketahanan pangan dan ekosistem laut dunia,” pungkasnya.

Lihat juga...