Kok Ma’ruf Amin yang Diganti?

OLEH: NOOR JOHAN NUH

Jika  memaksa Ma’ruf Amin mundur, maka sesuai dengan Undang-Undang Dasar  (UUD) pasal 7B,  dia harus dituduh melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai wakil presiden.

Jika delik yang ada dalam UUD  dituduhkan pada Ma’ruf Amin, delik atau pelanggaran hukum itu harus sebagai pendapat DPR yang selanjutnya  disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diuji secara hukum.

Barulah dapat dilakukan Sidang Istimewa MPR untuk pemakzulan setelah MK secara hukum membenarkan pendapat DPR. Proses ini memakan waktu lebih dari tiga bulan, berisiko sangat besar yaitu turbulensi politik yang berarti menambah krisis baru.

Sebetulnya yang terjadi malah sebaliknya. Bukan wakil presiden yang diminta mundur akan tetapi presiden. Amien Rais misalnya, pada wartawan di Restoran Pulau Dua (13/8) mengatakan, “Menurut saya, kalau memang Pak Jokowi nggak punya kompetensi, ya resign.” Selain Amien, juga aktivis Dr. Syahganda Nainggolan, filsuf Rocky Gerung, melontarkan hal yang sama. Juga terdengar teriakan meminta Jokowi turun pada saat demo menolak RUU HIP di depan Gedung DPR (16/7).

Serangan politik ke Presiden Jokowi karena dianggap tidak mampu mengatasi dampak pandemi Covid-19, tidak mampu memelihara mesin ekonomi akibat pandemi ini, tidak mampu mengatasi gejolak sosial—semua ini diakumulasi oleh kelompok yang memang terbelah sejak awal pemerintahannya dan tidak berhasil direkatkannya.

Mungkin saja pada tingkat ketidakpercayaan yang terus membesar dalam mengatasi berbagai krisis ini  malah Presiden Jokowi yang menyatakan mundur sesuai pasal 8 UUD.

Lihat juga...