Peran Komunitas Bonsai Jaga Kepunahan Tanaman Santigi
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
LAMPUNG – Minat pehobi tanaman bonsai untuk penghias taman dan ruangan menjadikan sejumlah bahan sulit dicari pada alam bebas.
Edi Yuwono pehobi bonsai menyebut seni mengerdilkan tanaman tersebut kerap memanfaatkan pohon yang mulai langka. Salah satu jenis pohon yang langka meliputi santigi atau Phempis accidula.
Jenis tanaman yang dominan tumbuh di pesisir pantai tersebut mulai banyak diburu. Sebab permintaan akan bahan bonsai santigi cukup tinggi diiringi harga jual yang fantastis.
Bahan bonsai pohon santigi berukuran sedang hasil perburuan dari alam menurutnya bisa dijual mulai harga Rp1,5 juta. Saat telah dibentuk harganya bisa melonjak dari Rp5 juta hingga puluhan juta.
Perburuan bahan bonsai jenis tanaman lain berupa beringin dolar (Ficus benjamina), asam jawa (Tamarindus indica) dan tanaman lain. Sebagai salah satu anggota komunitas pecinta bonsai Edi sapaan akrabnya, mulai melakukan pembibitan.
Jenis santigi menurutnya bisa diperbanyak secara generatif memakai biji. Meski butuh waktu lama, regenerasi mutlak dilakukan agar tidak punah.
“Nilai ekonomis yang tinggi dari tanaman yang merupakan vegetasi hutan pantai ini cukup tinggi sebagai bonsai, namun butuh kesadaran masyarakat untuk melestarikannya dengan melakukan pembibitan dari biji,” terang Edi Yuwono saat ditemui Cendana News, Rabu (22/7/2020).
Warga Desa Sumur, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan itu menyebut santigi bisa berbunga dan berbuah saat usia tiga tahun. Ia memilih indukan santigi yang memiliki diameter lebih dari 30 cm dengan percabangan banyak.
Biji yang tua akan jatuh secara alami dan tumbuh. Sebagian dipanen untuk disemai memakai media semai cetak. Cara tersebut membuat ia memiliki cadangan tanaman baru tanpa harus mengambil dari alam.