Seekor Paus Terdampar di Pantai

CERPEN KIKI SULISTYO

SIRIN sedang berdiri sendirian menghadap laut ketika binatang besar itu bergerak menepi. Ombak yang tiada henti bergulung menghempas pasir dan tertarik kembali seakan ada tali yang mengendalikannya.

Air laut dan pasir terasa hangat, membuat kaki Sirin seperti turut menyerap dan menyimpan cahaya matahari. Ini hari Minggu.

Seperti biasa pantai ramai dikunjungi orang dan tak satu pun dari mereka yang datang sendirian. Bila tak datang dengan teman sebaya, mereka datang bersama keluarga. Sebagian mungkin membawa kebahagiaan, hendak membuatnya lengkap dengan perasaan dekat dengan alam.

Sebagian yang lain membawa persoalan, berharap air garam dapat melumerkannya. Ada juga yang tidak membawa apa-apa, kecuali perasaan bosan yang berusaha keras disembunyikan agar kehidupan kelihatan baik-baik saja.

Tubuh binatang itu bergerak mengikuti lengkung ombak, naik dan turun dalam tempo tertentu. Sesekali ia lenyap dari pandangan sebelum muncul kembali dengan lebih jelas. Tampaknya tidak ada orang yang memperhatikan, bahkan orang-orang yang sedang mandi.

Hanya Sirin yang melihatnya. Ketika disadarinya binatang itu bergerak menepi dan tak ada yang memperhatikan, Sirin menoleh ke belakang. Beberapa meter dari bibir pantai dinding beton didirikan memanjang untuk mengatasi abrasi.

Di atap dinding itulah orang-orang ramai berkumpul, duduk berkelompok-kelompok di atas tikar yang disediakan para pedagang, menikmati aneka penganan sembari berbincang, berfoto, bermain gitar, atau hanya termenung dalam diam.

Sirin heran kenapa tidak ada yang memperhatikan bahwa seekor binatang besar sedang menuju daratan. Ia kembali menatap laut. Sore menjelang, langit seperti permukaan logam yang baru terkena karat, warna korosi menyebar pelan-pelan.

Lihat juga...