Seekor Paus Terdampar di Pantai

CERPEN KIKI SULISTYO

Memang di awal-awal perkenalan, mereka akan terbuka dan bisa menerima Sirin apa adanya. Tapi begitu status diresmikan, mereka akan langsung berubah jadi penguasa, dari jenis yang lalim pula.

Kenyataan semacam itu sudah dilihat Sirin berkali-kali menimpa kawan-kawannya. Karena itu, semua pemuda tersebut ditampiknya, baik langsung dengan lidah maupun dengan kelakuannya.

Tetapi Sirin tidak benar-benar menyadari bahwa kehidupan itu sendiri adalah beban, sampai kehidupan itu berkembang dalam dirinya. Bukan kehidupannya, tetapi kehidupan manusia lain yang tumbuh akibat dari perbuatannya.

Sebuah kehidupan baru yang mengguncang kehidupan lama. Sebab mau bagaimana pun, Sirin tidak sendirian dan tidak akan pernah bisa sendirian. Ditampik atau diterima, kehidupan orang-orang lain tetap terhubung dengan kehidupannya.

Apa jadinya jika kedua orang tuanya tahu perihal kehamilannya? Mereka tokoh terpandang yang sudah telanjur membungkus diri dengan citra kebaikan. Meskipun nanti Sirin dan pasangannya menikah, kedua orang tuanya tidak akan bisa menerima menantu seorang pemuda aktivis yang sibuk mengurus orang lain tetapi tidak becus mengurus diri sendiri.

Belum lagi keluarga-keluarganya yang lain, yang jumlahnya sulit dihitung itu. Mereka semua pasti akan merasa kena getah aib, lantas memanfaatkan itu untuk mendapat keuntungan.

Mungkin semua urusan dengan keluarga itu bisa diabaikannya. Ia cukup menanggalkan segala jenis perasaan yang berhubungan dengan moral seorang anak sekaligus seorang perempuan, lantas memutus hubungan dengan keluarga dan memulai hidup sendiri.

Sirin yakin, ia bisa. Tetapi persoalannya adalah bagaimana ia harus berhadapan dengan kekasihnya dan terutama dengan dirinya sendiri.

Lihat juga...