Perginya Penyanyi Patah Hati dengan Amalnya

Catatan Ringan T. Taufiqulhadi

T. Taufiqulhadi (CDN/Istimewa)

Sementara itu, campursari Didi yang minus “sari” inilah terus terdorong lebih lama dan bahkan menjadi berkah tersendiri. Manthous hanya mampu mengagaet penikmat musik Jawa dari kalangan tua saja, dan sangat terbatas. Tapi Didi Kempot menggaet semuanya: Tua muda, laki-laki dan perempuan. Adanya istilah “Sad Boys” dan Sad Gilrs” bagian dari penggemarnya  adalah bukti Didi berhasil menggaet anak-anak milineal jadi penikmat lagunya.

Ditambah dengan kepekaan dan pengalaman, ia mampu  menangkap ceruk yang besar yang ditinggal genre musik sebelahnya. Genre musik Didi ini berhadapan langsung dengan jenis musik indie yang berkembang pesat di era YuoTube ini. Tapi jenis ini sangat tegar. Musik indie  muncul dari  rumah gedung di kota-kota besar.  Karena itu musik indie dianggap sebagai refleksi kemapanan masyarakat kota.

Padahal anak-anak muda menghadapi persoalan-persoalan psikologis sendiri selaras  perkembangannya. Mereka merasa jatuh cinta, patah hati, dan harus ada tempat berkeluh-kesah. Musik indie tidak memberi tempat kepada mereka. Tapi Didi iya. Didi datang dan berbicara atas nama anak-anak muda ini.

Ketika ia manggung di Jakarta, dalam rangka ulang tahun salah satu partai politik, para remaja dari berbagai pelosok Jakarta muncul ke Cikini. Mereka menyanyi dan menangis bersama Didi Kempot. Ada yang merasa Didi telah menyuarakan isi hatinya setelah ia ditinggal pacarnya. Perempuan ini ikut-ikut berteriak-teriak ketika Didi melantunkan “Stasiun Balapan”. Tapi ada juga yang luluh dalam semua tampilan Didi karena Didi dan lagu-lagunya telah mewakili kampung halamannya di Jawa Tengah sana.

Lihat juga...