Dua Tahun Terakhir Pelaku Usaha Wisata Bahari Lamsel, Rugi

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

LAMPUNG – Pukulan telak bagi sektor usaha pariwisata Lampung Selatan (Lamsel) dialami oleh sejumlah pelaku usaha sejak dua tahun terakhir.

Mian, salah satu pemilik penginapan (homestay) menyebut pukulan pertama terjadi saat tsunami letusan Gunung Anak Krakatau (GAK) pada 22 Desember 2018 silam. Kedua saat pandemi Coronavirus Disesase (Covid-19) melanda sejak 2 Maret 2020.

Butuh waktu pemulihan (recovery) sejak awal tahun 2019 hingga memasuki tahun 2020 pada usaha bidang penginapan. Kerusakan infrastruktur pendukung pariwisata bahari di pantai Minang Ruah yang dikelola oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Minang Rua Bahari juga butuh waktu lama. Mian menyebut harus memulihkan kerugian sekitar puluhan juta akibat kerusakan bangunan di homestay miliknya.

Homestay di Pantai Minang Rua, Desa Kelawi, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan, tidak mendapat pesanan dari wisatawan akibat Covid-19, Minggu (10/5/2020) – Foto: Henk Widi

Setahun usai tsunami saat ia dan sejumlah pelaku usaha wisata bahari akan bangkit, pandemi Covid-19 muncul. Imbasnya sejumlah aktivitas pariwisata bahari ditunda bahkan dilarang terutama bagi warga asal luar Bakauheni.

Kerap didatangi wisatawan dari Jakarta, Banten dan Jawa Barat, pantai tersebut dilarang untuk kunjungan wisatawan. Larangan tersebut mulai 16 Maret hingga batas yang belum pasti.

“Sepanjang satu tahun di 2019 harapan pelaku usaha pariwisata bisa memulihkan modal imbas kerusakan oleh tsunami Selat Sunda saat meletusnya GAK tapi ternyata prediksi meleset. Belum selesai masa recovery muncul pandemi Covid-19,” terang Mian salah satu pemilik usaha homestay saat ditemui Cendana News, Minggu (10/5/2020).

Lihat juga...