Kisah Kasijem Pedagang Jamu Gendong di TMII
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Sekarang dapat Rp 200 ribu sehari saja tidak bisa nyimpan. Hanya cukup untuk makan saja, dan harga rempah-rempah untuk buat jamu juga naik. Ya tapi, saya tetap bersyukur, dinikmati saja,” ujarnya.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, TMII tutup sementara untuk mencegah penyebaran virus ini. Maka, para pedagang jamu gendong pun tidak jualan. Namun Kasijem, tetap bersyukur karena di tengah wabah sudah tidak kontrak lagi sehingga tidak terlalu bingung.
Dia juga mengaku punya usaha makanan matang. Bahkan suka banyak orang yang memesannya ke dia. “Alhamdulillah semua ini berkat Allah SWT, dan hati mulia Ibu Tien Soeharto. Saya berharap wabah ini cepat sirna, agar saya dan teman-teman bisa jualan jamu lagi di TMII,” ujar ibu dua anak ini.
Dalam setiap sujud, Kasijem selalu berdoa untuk almarhum Pak Harto dan almarhumah Ibu Tien Soeharto agar diterima iman Islamnya oleh Allah SWT, dan ditempatkan di surga.
Bahkan, Kasijem bersama keluarga besarnya pernah ziarah ke makam Pak Harto dan Ibu Tien Soeharto di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.
“Alhamdulillah saya sekeluarga bisa ziarah ke makam almarhum Pak Harto dan almarhumah Ibu Tien Soeharto. Ya Allah, kita panjatkan doa untuk Beliau berdua semoga husnul khotimah dan ditempatkan di surga oleh Allah SWT,” ucapnya lirih.
Dalam usia TMII ke 45, pada 20 April 2020 lalu, Kasijem berharap TMII tetap jaya dan maju dengan pelestarian budaya bangsa hingga dikenal ke luar negeri.
“TMII ini dibangun oleh Ibu Tien Soeharto, untuk melestarikan budaya Indonesia. Tak hanya itu TMII berkat arahan Ibu Tien Soeharto telah mengizinkan rakyat kecil seperti saya jualan jamu, juga pembina dan pelatih cara membuat jamu. Ini sungguh kemuliaan hati Ibu Tien Soeharto yang tak terlupakan. Semoga TMII maju dan jaya terus,” pungkas nenek dua cucu ini.