Kisah Kasijem Pedagang Jamu Gendong di TMII

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

“Saya keliling TMII dulu, muter-muter ke anjungan, dan alhamdulillah jamu saya laku,” ujarnya.

Kemudian Kasijem bertanya kepada supir mobil wisata keliling TMII kalau dirinya mau dagang jamu di TMII, boleh atau tidak.

Oleh supir itu, Kasijem disarankan untuk menemui bidang pemasaran TMII, bernama Pak Masud. Setelah menemui dan menyampaikan niatnya, Kasijem pun disuruh membuat kartu khusus masuk TMII dengan membayar Rp 150 perak.

Oleh bidang pemasaran, dia diminta untuk mengumpulkan 25 pedagang jamu yang nantinya dikoordinir dan tercatat untuk dilaporkan kepada Ibu Tien Soeharto.

“Kalau disetujui oleh Ibu Tien Soeharto, kata Pak Masud bidang pemasaran TMII, maka nanti setiap Senin Legi ada perkumpulan diberi arahan dan pembinaan,” kata Kasijem meniru ucapan Pak Masud, kala itu.

Kasijem dan pedagang jamu lainnya sangat bersyukur karena Ibu Tien Soeharto memberikan izin untuk dagang jamu gendong di area TMII.

Mereka pun menjadi pedagang jamu resmi sejak tahun 1987, dengan selalu mengenakan kebaya saat berjualan jamu, pakai sanggul dan menggendong bakul berderet botol kaca berisi ragam rasa jamu tradisional di dalamnya.

Kasijem mengaku senang dan bangga serta mengucap syukur tak henti karena berkat hati mulia Ibu Tien Soeharto, ia bersama teman-temannya bisa dagang jamu di kawasan TMII.

Menurutnya, Ibu Tien Soeharto, sebagai penggagas dibangunnya TMII, memang sangat menyukai jamu tradisional. Dan sebagai bentuk kepedulian kepada para penjual jamu gendong, juga jiwa luhur Ibu Tien Soeharto untuk melestarikan kearifan lokal, beliau memberikan tempat bagi pedagang jamu gendong untuk berjualan di kawasan TMII.

Lihat juga...