Keramat Pasir Timbul

CERPEN SARIFUDIN KOJEH

Membawa perolehan begitu banyak. Berlimpah keberuntungan. Ini yang menjadi aneh, menurut Ijah.
Jika suaminya sudah pulang tiga hari yang lalu, mengapa belum sampai ke rumah? Ke mana ia tersesat? Ke mana ia menghilang?

Ijah tambah bingung dengan hal itu. Saat Ijah dalam kebingungan lewatlah Fika di depan rumahnya. Mau belanja peralatan dapur ke Warung Mak Junah. Wanita berumur tiga puluh tahun yang masih cantik itu berhenti sebentar. Menghampiri Ijah.

Kemudian menanyakan kemurungan Ijah. Ijah menoleh ke arah suara yang bertanya. Mengagetkan ia dari kecemasan dan kegelisahan yang dialami. Mata Ijah memperhatikan tetangga sebelah rumahnya yang berjarak lima rumah.

Ia berusaha menutupi masalah yang dihadapi dengan mengatakan tidak apa-apa. Karena, ia tidak ingin Fika sebagai tetangganya mengetahui kecemasan dan kegelisahan itu. Menantikan suami yang belum juga kunjung datang ke rumah.

Tetapi Fika tidak dapat dibohongi. Dengan melihat raut wajah Ijah, ia menyimpulkan bahwa Ijah mengalami kecemasan dan kegelisahan. Ia menebak. Mungkin Ijah menantikan suaminya yang belum juga kembali ke rumah. Ijah kaget. Karena, Fika dapat menebak kecemasan dan kegelisahannya dengan tepat.

Ijah mengiyakan tebakan Fika itu. Kemudian ia pun curhat mengenai kecemasan dan kegelisahannya. Memang benar. Ia lagi menantikan suaminya yang sudah tujuh hari belum pulang. Istri mana tiada cemas dan gelisah.

Katanya, pamit pergi memancing dan berburu. Tapi, sampai saat ini belum juga memunculkan batang hidung. Teman-teman sepekerjaan dengan ia, sudah pulang semua.

“Mereka pun mengatakan kepadaku bahwa suamiku sudah pulang tiga hari yang lalu. Membawa perolehan yang banyak. Aku jadi bingung,” kata Ijah.

Lihat juga...