Stasi Santo Yohanes de Britto, Rehab Gereja dari Sampah
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Modal yang digunakan menurutnya berasal dari penjualan sampah. Memanfaatkan sejumlah acara kegiatan menjual makanan ringan menjadi cara menggalang dana.
“Sejumlah elemen mulai bina iman anak bina iman remaja, OMK dan sejumlah umat dilibatkan dalam penggalangan dana,” ungkap Ana.
Kebersamaan umat Katolik stasi Santo Yohanes de Britto dalam mengggalang dana disebut Ana menjadi bentuk kemandirian. Meski sejumlah umat tetap swadaya mengumpulkan dana setiap bulan, dana perehaban gereja ditambah dengan mencari sampah dan berjualan makanan dan minuman ringan. Cara tersebut ditempuh agar dana perehaban gereja bisa mencukupi.
Ketua Stasi Yohane de Britto, Yohanes Bambang yang ditemui saat mengumpulkan sampah mengaku perehaban gereja mendesak dilakukan. Sebab bangunan yang sudah berdiri sejak tahun 1980-an tersebut sebagian masih memakai konstruksi kayu dan plafon geribik bambu.
Perkembangan jumlah umat Katolik yang semakin bertambah membuat ruangan dalam gereja tidak mencukupi saat ibadah.
“Saat ibadah gabungan kami harus mendirikan tenda tambahan agar bisa dipakai ibadah sehingga perehaban mutlak dilakukan,” ungkap Yohanes Bambang.

Setelah bermusyawarah dengan seluruh umat, pilihan menggalang dana dengan sampah disepakati. Selain itu sebagian umat memilih berjualan makanan dan minuman ringan.
Sejak pertama kali dilakukan beberapa bulan silam, sampah yang dikumpulkan sudah dijual selama empat kali. Sampah sengaja dikumpulkan dan dijual saat jumlahnya cukup banyak.